Berita Viral

Nasib SMA Swasta Jabar Kekurangan Siswa Gegara Kebijakan KDM, Kepsek Menjerit: Kami Kebagian Apa?

SMA swasta di Jawa Barat kini kesulitan mendapat murid baru gegara kebijakan Dedi Mulyadi soal rombongan belajar.

Editor: Mardianita Olga
Dok. Tribun Jabar
KEBIJAKAN DEDI MULYADI - SMA swasta di Jawa Barat keberatan dengan kebijakan Gubernur Jawa Barat soal penambahan rombongan belajar (rombel) sekolah negeri. Kini, satu kelas sekolah negeri bisa diisi 50 siswa. 

TRIBUNMADURA.COM - Kebijakan baru Dedi Mulyadi mengenai rombongan belajar (rombel) sekolah negeri menuai pro dan kontra.

Nantinya, setiap kelas di sekolah negeri akan diisi 50 siswa.

Berbagai kalangan muncul mengaku keberatan dengan kebijakan itu. Mulai dari pengamat, komunitas, hingga sekolah.

Terlebih-lebih sekolah swasta yang merasa terdampak.

Ya, sekolah swasta kekurangan siswa pada tahun ajaran 2025.

Salah satunya adalah SMK Pasundan Cijulang di Pangandaran, Jawa Barat.

Selama membuka pendaftaran murid baru, SMK Pasundan Cijulang baru menerima 7 orang.

Baca juga: Aturan Sekolah Masuk Jam 6 Pagi ala Dedi Mulyadi Disoroti Mendikdasmen, Abdul Muti: Ada Regulasinya

Dia adalah Asep Deni yang menyuarakan keberatan itu.

Menurutnya, kondisi SMK swasta saat ini kian memprihatinkan dan makin terpinggirkan.

Hal itu sebab tak ada batasan kriteria calon siswa di sekolah negeri sementara animo masyarakat masih tinggi.

"Saya melihat fakta di lapangan seperti itu. Analogi saya, ini imbas dari kebijakan yang membebaskan siapa pun masuk ke sekolah negeri, tanpa melihat latar belakang ekonomi atau prestasi," ujar Asep kepada Tribun Jabar di Cijulang, Kamis (3/7/2025) siang.

Menurutnya, sejak kebijakan penerimaan di sekolah negeri tanpa seleksi ketat diberlakukan, masyarakat cenderung memprioritaskan sekolah negeri. 

Informasi lengkap dan menarik lainnya di GoogleNews TribunMadura.com

Baca juga: Warga Seperti Perang Berebut Air, Dedi Mulyadi Turun Tangan, TF Rp36 Juta, Kirim 6 Tangki Tiap Hari

Hal ini berdampak pada sekolah-sekolah swasta seperti yang terjadi di SMK Pasundan yang kini tidak lagi menjadi pilihan alternatif.

"Akhirnya, sekolah kami tidak terlihat sama sekali. Di tahap pertama ini, hanya tujuh siswa yang daftar. Mungkin ini dampak langsung dari kebijakan saat ini," katanya dengan nada kecewa.

Meskipun demikian, pihak sekolah masih berharap akan ada tambahan pendaftar pada SPMB tahap kedua. Diharapkan masih ada siswa "sisa-sisa" yang belum menentukan sekolah tujuan.

"Mudah-mudahan masih ada siswa yang belum terlihat, yang nanti bisa datang ke sekolah kami. Kami tidak menargetkan jumlah besar, hanya 45 siswa. Tapi untuk mencapai angka itu pun terasa berat," ucap Asep.

Asep menyebut, sulitnya merekrut siswa juga diperparah dengan terus bertambahnya rombongan belajar (rombel) di sekolah negeri. 

Ia menyayangkan tidak adanya kebijakan pemerataan yang adil terutama bagi sekolah-sekolah swasta yang masih bertahan di tengah persaingan berat.

"Saya sedikit uring-uringan. Siswa SLTP di wilayah Cijulang, Cimerak, dan Parigi itu bisa dihitung. Kalau semua masuk negeri, kami kebagian apa? Kami harus berpikir keras bagaimana bertahan dan mencari siswa," ujarnya.

Tak hanya SMK Pasundan Cijulang, SMA Guna Dharma Kota Bandung juga masih kekurangan siswa pada SPMB 2025.

Baca juga: Warga Lemas, Tanah Turun-temurun Diklaim Milik Pemerintah, Tetiba Muncul Sertifikat Atas Nama Pemkot

Kepala SMK Pasundan Cijulang, Asep Deni, yang keberatan dengan kebijakan baru Dedi Mulyadi mengenai tambahan rombongan belajar sekolah negeri di tahun ajara baru ini.
Kepala SMK Pasundan Cijulang, Asep Deni, yang keberatan dengan kebijakan baru Dedi Mulyadi mengenai tambahan rombongan belajar sekolah negeri di tahun ajara baru ini. (Tribun Jabar/Padna)

Kepala SMA Guna Dharma, Ade D Hendriana, mengatakan, di sekolahnya baru ada 15 siswa yang mendaftar sejak SPMB dibuka.

Padahal, menurut dia, SMA Guna Dharma membuka pendaftaran SPMB lebih awal dibanding sekolah negeri. Namun, nyatanya, sejauh ini masih kekurangan siswa baru.

"Tidak sedikit juga calon murid baru yang mencabut berkasnya setelah mendaftar di SMA Guna Dharma," kata Ade saat dihubungi melalui sambungan teleponnya, Rabu (2/7/2025).

Ia mengatakan, SMA Guna Dharma menyediakan kuota SPMB sebanyak 108 siswa baru yang akan dibagi menjadi tiga rombongan belajar (rombel).

Pihaknya mengakui, sebelumnya terdapat 25 calon murid baru yang mendaftar ke SMA swasta yang berada di Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung, tersebut.

Namun, sejumlah calon murid baru mencabut berkas pendaftarannya karena hendak berikhtiar untuk mengikuti SPMB tahap dua di sekolah negeri.

"Awalnya, kami menerima pendaftaran 28 siswa baru, kemudian ada tiga orang yang cabut berkas untuk mengikuti SPMB tahap dua, sehingga tersisa 25 orang," ujar Ade D Hendriana.

Ade menyampaikan, dari 25 calon murid baru itu pun 10 orang di antaranya turut mencabut berkas, sehingga kini SMA Guna Dharma hanya memiliki 15 calon siswa baru.

Ia memprediksi, banyaknya calon murid baru yang mencabut berkas karena kebijakan Pemprov Jawa Barat yang berencana menambah jumlah rombel dari 36 siswa menjadi 50 siswa.

"Kondisi ini baru terjadi sekarang, karena di tahun-tahun sebelumnya aman, tidak kekurangan siswa baru, dan kuota rombel yang disediakan juga terpenuhi semua," kata Ade.

Menurut Ade, SMA Guna Dharma memiliki enam rombel, masing-masing tiga rombel kelas XI dan XII. Setiap rombel diisi 36 siswa.

Ia pun memastikan, jika tidak ada penambahan siswa baru yang mendaftar pada SPMB kali ini, maka proses KBM saat tahun ajaran baru 2025/2026 tetap berjalan seperti biasanya.

"Mau bagaimana lagi, KBM harus tetap berjalan, karena kondisi kekurangan siswa juga terjadi hampir di seluruh sekolah swasta di Jawa Barat," ujar Ade.

Sebelumnya diberitakan, pengelola sekolah swasta di Pangandaran, Jawa Barat, dilanda kekhawatiran. Hal itu imbas pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025 yang dinilai hanya menguntungkan sekolah negeri.

Baca juga: Irwansyah Kecewa Pilih Dedi Mulyadi di Pilkada, Kini Rumah Digusur Usai Kunjungan: Gak Dikasih Tau

Ketua Forum Komunikasi SMK Swasta Kabupaten Pangandaran, Muslih Nawawi Aziz, bahkan mencium indikasi kuat adanya upaya sistematis untuk melemahkan hingga mematikan keberadaan lembaga pendidikan swasta, khususnya di wilayah Jawa Barat.

"Hari ini sudah sampai pada puncaknya, kalau boleh dikatakan. Ini bukan sekadar masalah administratif, tapi bisa disebut kejahatan sosial. Karena ada upaya untuk mematikan sekolah swasta," ujar Muslih kepada Tribun Jabar di Pangandaran, Rabu (2/7/2025) siang.

Setidaknya, menurutnya, kini sudah ada dua sekolah swasta di Kabupaten Pangandaran yang terpaksa tutup karena tidak mendapatkan siswa baru. Tentu, kondisi ini menimbulkan kekhawatiran serius di kalangan pengelola sekolah swasta.

Padahal, kemajuan pendidikan tidak bisa diukur hanya dari aspek prestasi tapi dari keadilan perlakuan terhadap semua lembaga pendidikan.

"Majunya pendidikan itu bukan karena ada prestasi atau tidak prestasi, sekolah negeri dan swasta memiliki kewajiban dan hak yang sama," ujarnya.

Ia menyoroti persoalan kesenjangan dalam pemberdayaan tenaga pendidik. Menurutnya, sekolah swasta juga memiliki sejumlah guru yang harus diberi penghidupan layak.

Ironisnya, kata ia, ketika sekolah negeri kekurangan guru atau jam mengajar, mereka justru memanfaatkan guru-guru dari sekolah swasta.

"Tapi hari ini, sekolah swasta seolah-olah mau dimatikan. Lalu bagaimana nasib guru-guru kami?" ucap Muslih.

Secara tegas Muslih menyatakan SPMB 2025 menjadi satu indikasi nyata dari upaya mematikan sekolah swasta, baik di Pangandaran maupun di daerah lain di Jawa Barat.

Atas kondisi ini, Ia memohon pencerahan dari seluruh pemangku kepentingan, terutama Pemerintah, agar tidak ada lagi pihak yang termarjinalkan dalam dunia pendidikan.

"Bagaimana mungkin pendidikan karakter bisa ditegakkan di Jawa Barat kalau ada kelompok atau lembaga pendidikan yang justru dimarjinalkan seperti ini?" ujarnya. 

Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jawa Barat, Purwanto, mengatakan, penambahan siswa dalam setiap rombel dari 36 menjadi 50 itu untuk memfasilitasi lebih banyak siswa di sekolah negeri.

Sebab, menurut dia, Pemprov Jawa Barat ingin memberikan pelayanan semaksimal mungkin, sehingga jika anak-anak di Jawa Barat ingin masuk sekolah negeri maka harus dilayani.

Baca juga: Aura Cinta Kecewa Dituduh Miskin oleh Dedi Mulyadi, Luka Debat dengan Gubernur Jabar Masih Membekas

Ia pun merespons kekhawatiran sekolah swasta yang masih kekurangan siswa walaupun membuka pendaftaran SPMB lebih awal dibanding sekolah negeri hingga menurunkan kualitas pendidikan di Jawa Barat.

Pihaknya meyakini, hal tersebut tidak akan terjadi, dan sekolah swasta di Jawa Barat juga diyakini tetap survive mengingat masih banyaknya lulusan SMP yang tidak tertampung di SMA maupun SMK negeri.

"Kan, daya tampung sekolah negeri di Jawa Barat dari mulai SMA, SMK, MA, dan SLB itu 329 ribu, tetapi jumlah lulusan SMP mencapai 700 ribuan, sehingga separuhnya akan masuk ke (sekolah) swasta," ujar Purwanto.

Karenanya, dibanding mengkhawatirkan potensi sekolah swasta bakal tutup akibat kekurangan siswa, Purwanto mendorong sekolah swasta di Jawa Barat meningkatkan layanan dan kualitas pendidikannya.

Ia mengakui, jika layanan maupun kualitasnya meningkat maka akan meningkatkan minat masyarakat Jawa Barat untuk mendaftarkan anak-anaknya di sekolah swasta.

Bahkan, masayarakan dipastikan akan datang dengan sendirinya apabila sekolah swasta benar-benar memiliki layanan, pengelolaan, hingga pembelajaran yang berkualitas.

"Kalau kualitas pembelajarannya di sekolah swasta meningkat, kami meyakini masyarakat akan datang sendiri, dan mereka pasti mencari-cari," kata Purwanto.

----- 

Berita viral dan berita seleb lainnya.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved