TRIBUNMADURA.COM - Kasus pencabulan di area pondok pesantren terjadi di Batang.
Buntut kejadian tersebut, kini ponpes di Batang bakal ditutup jika pengasuhnya terbukti cabul.
Izin Pondok Pesantren Al-Minhaj pimpinan WMA (57), tersangka pencabulan belasan santriwati di Batang, Jawa Tengah, terancam ditutup.
Pencabutan izin pondok pesantren di Desa Wonosegoro, Kecamatan Bandar, Kabupaten Batang, itu menunggu hasil sidang.
Tercatat, ada 14 santriwati dan dua alumni yang menjadi korban.
Saat ini, kasus tersebut masih diproses di Polres Batang.
"Sesuai regulasi, jika pimpinan pesantren Al-Minhaj terbukti melakukan pencabulan, izin pesantrennya segera kami cabut," tegas Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kementerian Agama (Kemenag) Waryono Abdul Ghafur, dalam siaran pers, Rabu (12/4/2023).
Baca juga: Polisi Limpahkan Berkas dan Tersangka Kiai Cabul ke Kejari Jember, Tak Lama Lagi Akan Disidang
Baca juga: Pengakuan Janda Cantik yang Ditipu Dukun Rp4,2 Miliar, 5 Tahun Ritual Mandi Kembang, Tak Sadar
Waryono sangat menyesalkan peristiwa pencabulan yang diduga dilakukan pengasuh pesantren terjadi.
Pasalnya, kekerasan seksual adalah perbuatan yang bertentangan dan merendahkan harkat martabat manusia.
Karenanya, praktik kekerasan dalam bentuk apapun seharusnya tidak boleh terjadi lagi.
"Pesantren yang nyata pengasuhnya melakukan kekerasan seksual, jelas tidak lagi sesuai UU Pesantren dan telah kehilangan ruhul ma'had."
"Maka, dengan sendirinya, statusnya sebagai pesantren, batal dan dengan sendirinya kehilangan izin," lanjutnya.
Waryono menyampaikan, Kemenag mendukung penuh proses hukum yang dilakukan Polres Batang, sekaligus mengapresiasi berbagai pihak yang telah turut serta melakukan pendampingan terhadap para korban dan para santri.
Ia memastikan, akan memberikan pendampingan terhadap para korban serta memberikan kelanjutan pendidikan para santri di sana.
Baca juga: Kakek Cabul di Madiun ini Tak Ditahan Meski Sudah Jadi Tersangka, Toko Pelaku Jadi Saksi Bisu
Baca juga: Tretan Ganjar di Sampang Gelar Deklarasi Dukung Ganjar Pranowo Nyalon Presiden di 2024
Meski izin pesantrennya dicabut, Kemenag menegaskan, hak pendidikan para santri harus dilanjutkan.
"Kami memberi perhatian pada kelanjutan pendidikan para santri. Mereka harus terus belajar. Kami akan koordinasikan dengan sejumlah pesantren lain," sebut Waryono.
Sejauh ini, Kemenag sudah menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama.
Sebagai tindak lanjut, pihaknya tengah melakukan finalisasi Keputusan Menteri Agama (KMA) tentang Panduan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama.
KMA ini diperlukan sebagai regulasi teknis yang akan mengatur langkah dan upaya pencegahan kekerasan seksual di satuan pendidikan binaan Kemenag.
Oleh karena itu, ia berharap, semua pemangku lembaga pendidikan agama dan keagamaan menjadi tauladan, melakukan pengendalian internal, dan upaya pencegahan sedini mungkin terhadap potensi kekerasan seksual.
"Kami terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada semua pihak, agar tindak kekerasan, apapun bentuknya tidak terjadi lagi," ujar Waryono.
Baca juga: Guru Ngaji Cabul di Tuban Lakukan Asusila Sebanyak 20 kali di TPQ pada 2 Santriwati, Korban Menangis
Baca juga: Satpam Pasar Ketagihan Judi, Motor Orang Dibawa Lari, Kini Dicokok Polisi
Diberitakan sebelumnya, WMA mencabuli santriwati sejak tahun 2019.
Ada kemungkinan, jumlah korban terus bertambah.
Catatan polisi, ada 14 korban yang sudah melapor disertai vukti visum.
Kapolda Jateng Irjen Ahmad Luthfi mengakui, kasus ini menjadi perhatian khusus sebab 13 korban di bawah umur dan satu korban yang saat ini sudah berusia dewasa.
Modus yang digunakan tersangka dalam melancarkan aksinya adalah membujuk dan merayu korban agar mau disetubuhi.
Untuk meyakinkan persetubuhan itu sah, WMA mengucapkan ijab kabul yang seolah-olah menikah siri.
Namun, ijab kabul hanya dilakukan tersangka dengan korban, tanpa saksi. Hanya bersalaman, sebelum mengucap ijab kabul.
Tersangka menyebut, korban akan mendapatkan karomah atau berkah keturunan.
Setelah menyetubuhi korban, tersangka memberi uang jajan dan mengancam agar tidak memberitahu kepada orang lain. Sebab, perbuatan yang dilakukan tersebut dianggap benar dan sah sebagai suami istri.
"Para korban ini dibilang akan mendapat karomah serta buang sial, lalu juga diberikan sangu atau jajan dan tidak boleh lapor sudah sah sebagai suami istri ke orang tua," ujar Kapolda Jateng saat jumpa pers di Mapolres Batang, Selasa (11/4/2023).
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
Baca Berita Madura lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunMadura.com