Berita Pamekasan

Terungkap Alasan Sebenarnya Wali Murid SDN Tamberu 2 Pamekasan Tolak Pemindahan Siswa: Khawatir

Terungkap alasan sebenarnya wali murid SDN Tamberu 2 Pamekasan tolak pemindahan siswa. Mereka mengaku sangat khawatir.  

Editor: Januar
Kompas.com
Siswa SDN Tamberu 2, Desa Tamberu, Kecamatan Batumarmar, Kabupaten Pamekasan belajar di ruang tenda darurat, Senin (27/10/2025) 

TRIBUNMADURA.COM, PAMEKASAN-Terungkap alasan sebenarnya wali murid SDN Tamberu 2 Pamekasan tolak pemindahan siswa.

Mereka mengaku sangat khawatir.
 
Apa yang mereka khawatirkan.
 
Dilansir dari Kompas.com, rencana pemindahan sementara siswa SDN Tamberu 2, Pamekasan, belum dapat dilakukan. Wali murid SD Negeri (SDN) Tamberu 2, Desa Tamberu, Kecamatan Batumarmar, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, menolak rencana pemindahan sementara siswa setelah gedung sekolah disegel oleh ahli waris pada Minggu (19/10/2025).
 
Penyegelan dilakukan akibat sengketa tanah yang tak kunjung tuntas sejak tahun 1970. Rencananya, sebanyak 111 siswa akan dipindahkan ke SDN Tamberu 1 dan SDN Blaban, namun rencana tersebut ditolak oleh para wali murid.
 
Sebagai solusi, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Pamekasan mendirikan dua tenda darurat di sisi utara gedung sekolah.


Alasan Wali Murid Siswa SDN Tamberu 2 Menolak Pemindahan Sementara “Pemindahan siswa ditawarkan ke kami. Tapi kami menolaknya,” ujar salah satu wali murid, Sunnati, Senin (27/10/2025).
 
Menurutnya, alasan penolakan karena jarak ke sekolah baru lebih jauh dan harus menyeberang jalan utama dua kali. “Tentunya kami sangat khawatir soal keselamatan anak kami,” tambahnya.


Alasan Wali Murid Siswa SDN Tamberu 2 Menolak Pemindahan Sementara “Pemindahan siswa ditawarkan ke kami. Tapi kami menolaknya,” ujar salah satu wali murid, Sunnati, Senin (27/10/2025).
 
Menurutnya, alasan penolakan karena jarak ke sekolah baru lebih jauh dan harus menyeberang jalan utama dua kali. “Tentunya kami sangat khawatir soal keselamatan anak kami,” tambahnya.


Disdikbud Laporkan ke Bupati Pamekasan Kepala Disdikbud Pamekasan Mohammad Alwi menyampaikan, pihaknya telah melaporkan situasi tersebut kepada Bupati Pamekasan Kholilurrahman.
 
“Saya sudah lapor ke Bupati dan Wabup. Akan diadakan rapat dengan OPD terkait,” ujarnya.
 
Namun, Alwi mengaku belum dapat memastikan jadwal rapat. “Kami masih menunggu Pak Sekda soal rapat,” ucapnya.
 
Sengketa Tanah Berlangsung 55 Tahun Sengketa lahan SDN Tamberu 2 telah berlangsung selama 55 tahun. Ach Rasyidi, ahli waris pemilik lahan, mengungkapkan bahwa tanah tersebut merupakan milik keluarganya berdasarkan dokumen Letter C atas nama Sarinti, yang diwariskan kepada anaknya, Mat Tabri, dan kemudian kepada keturunannya, Ibu Miyaton.


“Ibu Miyaton punya anak Amina dan ia ibu kandung saya,” kata Rasyidi, Jumat (24/10/2025).
 
Ia menjelaskan, lahan awal seluas 11.540 meter persegi kini tinggal 1.814 meter persegi, diduga karena dialihkan ke percaton oleh oknum pemerintah desa.
 
Menurutnya, sengketa bermula pada 1970 saat lahan diukur untuk pembangunan Sekolah Dasar Instruksi Presiden (SD Inpres). Saat itu, Ibu Miyaton menolak karena tidak ada akad jual beli, namun akhirnya mengizinkan setelah dijanjikan ganti rugi oleh kepala desa.
 
“Pengukuran tanah diizinkan, dokumen Letter C diambil karena berjanji akan diganti rugi,” ujarnya.


Ganti Rugi Tak Pernah Direalisasikan Setelah sekolah berdiri pada 1971, janji ganti rugi tak pernah ditepati.
 
Rasyidi bahkan terkejut saat pada 1985 mengetahui lahan tersebut telah berstatus percaton ketika hendak mengurus sertifikat ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
 
Pada 2022, ahli waris kembali memperjuangkan hak mereka dengan mengadu ke DPRD Pamekasan.
 
Dari pertemuan itu, disebutkan bahwa lahan tersebut bukan milik percaton. Namun hingga kini belum ada kejelasan.
 
“Karena tak kunjung ada kepastian, pada Juli 2024 kami menyegel sekolah. Saat itu pula, dokumen Letter C diminta untuk diubah jadi sertifikat agar bisa diganti rugi,” kata Rasyidi.


Upaya tersebut gagal karena BPN meminta surat keterangan bahwa tanah bukan milik pemerintah, sementara pemerintah daerah justru meminta putusan pengadilan. Akhirnya, pada Minggu (19/10/2025), ahli waris kembali melakukan penyegelan.


“Sejak tahun 1970, kami tidak pernah menyampaikan nominal ganti rugi. Kami juga mengerti ini untuk pendidikan,” pungkasnya.


 
 
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunMadura.com
 

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved