Berita Surabaya

Pemkot Surabaya Coret 35 Ribu Penerima Bansos, Orang Meninggal hingga Pindah Masih Terdata

Ditemukan sejumlah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Kota Surabaya yang dinyatakan tidak layak menerima bansos.

Penulis: Bobby Koloway | Editor: Ayu Mufidah Kartika Sari
TRIBUNMADURA.COM/BOBBY KOLOWAY
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi saat mengecek data Penerima bantuan dari Kementerian Sosial beberapa waktu lalu. 

TRIBUNMADURA.COM, SURABAYA - Pemkot Surabaya mengungkap hasil verifikasi data Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) terbaru.

Data MBR yang menjadi acuan penerima bansos di Kota Surabaya, beberapa di antaranya telah ditidaklayakkan dengan berbagai alasan.

Selama Februari, Dinas Sosial Kota Surabaya bahkan telah menidaklayakan sebanyak 35 ribu data MBR.

"Hasil verifikasi kami melalui Musyawarah kelurahan (muskel) yang kami gelar tiap bulan, ada sejumlah MBR yang dinyatakan tidak layak," kata Kepala Dinas Sosial Surabaya, Anna Fajriatin.

Penyebabnya berbagai macam. Di antaranya, karena meninggal dunia, pindah alamat dalam/luar kota, hingga laporan yang bersangkutan dinyatakan telah mampu.

"Oleh karena itu, kami lakukan proses pembaharuan terus menerus. Kami libatkan seluruh pihak, termasuk camat, lurah, hingga RT maupun RW," sambung dia.

Berdasarkan data Februari, jumlah MBR di Surabaya mencapai 973.920 jiwa.

Jumlah ini cenderung menurun dibanding data tahun lalu yang mencapai 1.000.304 jiwa.

"Kami tak bisa menyebut ini menurun. Sebab, data kami berubah terus. Bisa jadi bulan depan berubah kembali dengan adanya verifikasi tersebut," kata Anna.

Di Kota Surabaya, data MBR menjadi basis pemberian intervensi oleh pemerintah. Di antaranya menjadi basis Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) di Kementerian Sosial.

Kepada mereka yang masuk dalam data ini, Kemensos akan menyalurkan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Program Keluarga Harapan (PKH) hingga Bantuan Sosial Tunai (BST).

"Apabila sudah dinyatakan tidak layak, kami sampaikan ke Kemensos. Pada bulan yang berikutnya, yang bersangkutan tidak lagi menerima bantuan," katanya.

Tak hanya oleh Dinas Sosial, sejumlah dinas lain juga memberikan intervensi terkait.

Sebagai contoh, Dinas Kesehatan yang memberikan pengobatan gratis, bantuan makanan lansia, hingga bantuan makanan kepada balita stunting dari MBR.

Sedangkan Dinas Pendidikan memberikan intervensi berupa bantuan seragam hingga peralatan sekolah secara gratis bagi peserta didik jenjang SD dan SMP.

Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman serta Pertanahan (DPRKPP) Surabaya yang menyiapkan program perbaikan Rumah Tidak layak Huni (Rutilahu).

"Data MBR ini mencakup usia, latar belakang pendidikan, hingga keahlian. Ini menjadi dasar intervensi pemerintah. Termasuk soal ketepatan intervensi seperti apa yang diberikan kepada yang bersangkutan," tuturnya.

Terkait ketepatan pemberian bantuan ini, pihaknya berharap masyarakat proaktif untuk melapor apabila memang telah keluar dari kriteria MBR. Selain itu, juga bersedia melapor apabila memang menemukan MBR yang lebih berkah menerima bantuan.

"Kami juga siapkan surat pernyataan bahwa, data yang mereka serahkan, data yang sebenarnya. Misalnya, yang bersangkutan sebenernya mampu, namun masih terdata sebagai MBR, maka harus siap dikeluarkan," katanya.

Saat ini, Pemkot Surabaya juga tengah menggalakkan tertib Administrasi Kependudukan (Adminduk). Terutama, bagi warga ber-KTP Surabaya namun domisili di luar daerah.

Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Surabaya, Agus Imam Sonhaji menjelaskan setiap orang yang pindah harus melaporkan perpindahannya di tempat (alamat) yang baru.

"Sehingga datanya harus sama antara De Facto dengan De Jure. Orangnya harus ada sesuai alamat di KTP," kata Agus dikonfirmasi terpisah.

Agus tak memungkiri, banyak laporan menyebut warga ber-KTP Surabaya, namun domisili atau tempat tinggalnya di luar kota.

Karena itu, pihaknya menegaskan bakal kembali melakukan penertiban administrasi kependudukan.

"Makanya akan dilakukan pengecekan oleh petugas di lapangan. Apabila tidak sesuai, maka ditata kembali, apakah itu pindah atau meninggal. Bahkan, ada yang sudah meninggal lima tahun, tapi KTP nya masih ada dan belum dilaporkan," tegas dia.

Menurut Agus, ketika warga ber KTP Surabaya namun sebenarnya tinggal domisili di luar daerah, tentu saja hal ini dapat berimplikasi ke sektor pelayanan. Utamanya, saat pemkot memberikan intervensi atau bantuan kepada warga tersebut.

Sebab, intervensi yang diberikan pemerintah itu berpedoman pada Nomor Induk Kependudukan (NIK).

"Apabila NIK tidak sesuai dengan alamat domisili atau De Facto tidak sama De Jure, maka intervensi itu bisa tidak diberikan," jelas dia.

Untuk diketahui, regulasi ini sebenarnya diatur dalam Undang-Undang (UU) No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

Yang mana, Warga Negara Indonesia (WNI) yang pindah domisili lebih dari satu tahun wajib melapor kepada Instansi pelaksana di daerah asal. (bob)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved