Ramadan 2022

Meski Awal Ramadan 2022 Pemerintah dan Muhammadiyah Berbeda, Hari Raya Idul Fitri Berpotensi Sama

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyinggung soal penentuan Hari Raya Idul Fitri dari Pemerintah dan Muhammadiyah.

Editor: Ayu Mufidah Kartika Sari
TRIBUNMADURA.COM/KUKUH KURNIAWAN
Jemaah Masjid Agung Jami, Kota Malang saat mengikuti Salat Idul Fitri 1442 H di Jalan Merdeka Utara, Kamis (13/5/2021). 

Maka sedari awal, lanjut dia, Muhammadiyah telah memutuskan waktu-waktu untuk Ramadan, Idul Fitri dan Idul Adha.

"Jadi selalu kalau Muhammadiyah selalu mengumumkan hasil hisab itu three in one," katanya.

Di sisi lain pemerintah kini mengadopsi standar baru.

Kemenag memakai standar menteri-menteri agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) 2021.

Kriteria baru MABIMS menetapkan hilal dapat diamati jika bulan memiliki ketinggian minimal 3 derajat dan elongasinya minimal 6,4 derajat.

Berdasarkan pengamatan pada Jumat (1/4/2022) malam, bulan masih berada dalam posisi ketinggian kurang dari 2 derajat dan elongasinya sekitar 3 derajat.

"Hilal kemungkinan tidak teramati. Kalau ada yang mengeklaim melihat hilal, dimungkinkan itu bukan hilal. Secara astronomi klaim itu bisa ditolak," terang pakar astronomi, Thomas Djamaluddin saat sidang isbat pada Jumat (1/4/2022).

Terlepas dari pengamatan itu, pihak-pihak terkait tak lantas menjadi saling tuding. Sebab perbedaan interpretasi bersifat relatif.

Perbedaan itu juga tidak akan mengurangi pahala seseorang.

"Dalam menyikapi perbedaan harus dihindari pendapat satu-satunya yang benar, sementara yang lain salah," ujar Amirsyah.

"Alquran memang memberikan porsi ‘perbedaan pendapat’, porsi ber-ijtihad lebih banyak agar umat Islam kreatif dan dinamis dan dapat bermusyawarah, bersedia untuk berdialog dan saling memahami satu sama lain," imbuhnya.

Amirsyah turut menyinggung urgensi dalam bidang pendidikan keagamaan.

Ia mengusulkan perubahan arah dalam sistem agar masyarakat Indonesia dapat menjadi lebih toleran.

Menurutnya, perbedaan tidak seharusnya melahirkan pertentangan dan permusuhan. Sebab, perbedaan merupakan rahmat.

"Perlunya reorientasi pendidikan keagamaan yang berwawasan toleransi, sejak dari pendidikan dasar penting diajarkan tentang realitas perbedaan pendapat, dan bagaimana menghargai perbedaan tersebut," papar Amirsyah.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved