Berita Madura
Mengulas Sejarah Singkat Tercetusnya Nama Masjid Jami' Pamekasan, Menyisakan Peninggalan Wali Songo
Sebagian arsitektur bangunan Masjid Agung Asy-Syuhada Pamekasan yang berdiri di Jalan Raya Mesigit ini, juga menyisakan peninggalan para Wali Songo.
Penulis: Kuswanto Ferdian | Editor: Ficca Ayu
TRIBUNMADURA.COM, PAMEKASAN - Nama, ornamen dan bentuk bangunan Masjid Agung Asy-Syuhada Pamekasan, Madura menyimpan sejarah kewalian dan kerajaan yang dipengaruhi pemerintahan Mataram.
Sebagian arsitektur bangunan masjid yang berdiri di Jalan Raya Mesigit ini, juga menyisakan peninggalan para Wali Songo.
Mulanya, pada tahun 1922 silam, masjid terbesar di Pamekasan ini diberi nama 'Masjid Jami'.
Sampai saat ini, warga Pamekasan juga sering menyebut Masjid Agung Asy-Syuhada tersebut dengan sebutan Masjid Jami'.
Merujuk pada buku Sejarah Pamekasan dan Panembahan Ronggosukowati yang ditulis Drs Bambang Hartono, Masjid Jami' itu mengalami beberapa renovasi pembangunan hingga menjadi masjid termegah di Pamekasan dan diberi nama Masjid Agung Asy-Syuhada.
Baca juga: Jemaah Haji Indonesia Lansia dan Disabilitas Akan Diprioritaskan Masuk Raudhah Masjid Nabawi
Awalnya, renovasi pertama dilakukan oleh Raden Adipati Ario Kartoamiprojo yang saat itu menjabat sebagai Bupati Pamekasan ketiga.
Raden Adipati Ario Kartoamiprojo ini adalah turunan pancer dari laki-laki Adikoro IV (Sedabulangan).
Raden Adipati Ario Kartoamiprojo atau dikenal pula dengan nama Raden Abdul Jabbar itu merenovasi Masjid Jami' tersebut dengan memperluas areal masjid dengan arsitektur dan atap bertumpang tiga.
Diserambinya terdapat jidur dan di atas atap terdapat semacam mahkota sebagai simbol masjid di bawah pengaruh pemerintahan Mataram.
Di atas Masjid Jami' itu juga terdapat semacam mahkota yang terbuat dari tembaga yang dikenal dengan sebutan 'Mustoko'.
Mustoko ini adalah ornamen atau hiasan yang biasanya terbuat dari bahan logam (kuningan, tembaga, titanium steel) yang biasa terdapat di bagian atas atau ujung dari kubah masjid.
Sedangkan dahulu, di halaman Masjid Jami' ini terdapat taman dan kolam.
Baca juga: Napak Tilas Sejarah, Versi Terbaru Soekarno Menggali Pancasila di Bawah Pohon Kepuh Kediri
Lalu tiang-tiang di dalam Masjid Jami tersebut juga terdapat empat soko guru sebagai tiang utama yang dipesankan oleh para wali songo di zaman itu.
Empat soko guru tersebut merupakan tiang utama dari kayu jati yang berfungsi menyangga kerangka dan atap masjid.
"Dengan selesainya renovasi masjid tersebut, beliau Raden Abdul Jabbar kemudian memberi nama Masjid Jami'," kata Pemerhati Sejarah Pamekasan, Sulaiman Shodik.
Tidak lama kemudian, Raden Ario Kartaamiprojo meninggal dunia, dan sebagai Bupati Pamekasan selanjutnya diteruskan oleh Raden Ario Abdul Azis yang merupakan putra Bupati Situbondo turunan pancer dari laki-laki Panembahan Sumolo (Notokusumo I) di Sumenep.
Pada saat Raden Ario Abdul Azis menjabat sebagai Bupati Pamekasan, Jepang sudah mulai masuk, dan Raden Ario Abdul Azis meninggal dibunuh oleh Jepang karena secara terang-terangan menentang pemerintahan pendudukan Jepang di zaman itu.
Meski demikian, Raden Ario Abdul Azis masih sempat pula merenovasi Masjid Jami' tersebut atas prakarsa Charles Olke van der Plas pada tahun 1938 - 1939.
Charles Olke van der Plas ini adalah seorang pegawai sipil di Hindia Belanda yang pernah bertugas sebagai Gubernur Jawa Timur sampai saat Jepang mengalahkan Belanda tahun 1942.
Baca juga: Masjid Nabawi Madinah Diguyur Hujan, Tak Melunturkan Semangat Jemaah Haji Lakukan Ibadah
Di zaman kepemimpinan Raden Ario Abdul Azis itu, ada beberapa bentuk bangunan Masjid Jami' yang dipertahankan, dan ada beberapa pula bentuk ornamen dirombak total, seperti tidak tampaknya serambi masjid, tiang sebagai soko guru berubah menjadi enam belas (16) buah yang mengandung maksud untuk mengenang masjid raja yang yang didirikan pada abad ke - 16.
Sedangkan ukuran luas Masjid Jami' ini diperlebar sehingga tampak lebih menarik.
Menurut Pemerhati Sejarah Pamekasan, Sulaiman Shodik, saat Raden Ario Abdul Azis merenovasi Masjid Jami' tersebut pesan nasraninya jelas disisihkan melalui ventilasi udara yang berbentuk tanda salib.
Selain itu pula dilengkapi dengan sebuah mimbar terbuat dari kayu beratap kubah yang cukup menarik.
Seusai kepemimpinan Raden Ario Abdul Azis, Bupati Pamekasan berikutnya diganti oleh Zainal Fattah yang bergelar Raden Tumenggung Ario Noto Hadikusumo.
Zainal Fattah berhenti dengan hormat atas permintaannya sendiri dengan mendapat hak pensiun pada tanggal 1 Oktober 1950.
Zainal Fattah merupakan turunan pancer dari laki-laki penembahan Mangku Adiningrat Pamekasan yang juga golongan dari Cokro Adiningrat di Bangkalan.
Baca Berita Madura lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunMadura.com
TribunMadura.com
Pamekasan
Tribun Madura
Wali Songo
Drs Bambang Hartono
Jalan Raya Mesigit
madura.tribunnews.com
Gubernur Khofifah Bangun Sembilan Dermaga di Madura, Formad: Bentuk Komitmen Kuat Bangun Pulau Garam |
![]() |
---|
Transportasi Murah Meriah Trans Jatim Surabaya-Madura, Bayar Rp 5 Ribu Bisa Nikmati Fasilitas Nyaman |
![]() |
---|
Sudah Ada TransJatim, Warga Madura Ternyata Masih Suka Naik Bus Rute Jauh |
![]() |
---|
Kronologi Meninggalnya Warga Madura di Gurun Pasir saat Ingin Naik Haji Secara Ilegal |
![]() |
---|
Kunjungi Kangean, Kementerian Kelautan dan Perikanan Survei Budidaya Lobster Milik PT Balad Grup |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.