Hikmah Ramadan

Berpuasa Digital, Meraih Kesehatan Mental

Berpuasa di bulan Ramadhan merupakan perintah wajib agama. Bagi setiap mukmin yang sudah memenuhi syarat menjadi sebuah keharusan berpuasa

Editor: Taufiq Rochman
Istimewa
Ketua Komisi Infokom MUI Jatim, M Sururi Arrumbani dalam artikel Hikmah Ramadan 2024 

Yang terjadi kemudian adalah kesurupan dunia digital. Saat banyak yang mengalaminya.

Bahkan rela tidak makan dan minum sehari penuh, seperti puasa saja.

Dahsyat sekali pengaruhnya dunia digital.

Berpuasa digital ibaratnya berpuasa dari makan dan minum, serta hal-hal yang membatalkan puasa.

Berpuasa digital, berarti kita dipaksa untuk tidak berinternetan atau masuk dunia digital sebanyak hari-hari biasanya.

Kalau biasa makan tiga kali sehari semalam, maka dikurangi menjadi satu.

Tidak main internet selama hari biasa selain bulan Ramadhan. Ini sebenarnya berpuasa digiatal secara prinsip.

Mengurangi, mengekang diri memasuki dunia digital lebih minimal daripada hari lainnya.

Pasti ada yang protes. Bagaimana itu bisa terjadi? Mustahil itu.

Hidup manusia sudah sangat tergantung dunia digital, seperti diuraikan sebelumnya.

Benar. Ada pilihan lain, gunakan waktu berselancar di dunia digital hanya yang wajib saja. Yang berkaitan dengan kewajiban kerja, lakukan.

Yang berhubungan langsung dengan kegiatan puasa lakukan. Selain itu, jangan.

Misalnya membaca al qur’an secara online, tadarusan online, lakukan saja.

Berpuasa butuh latihan, seperti latihan berpuasanya anak kecil. Demikian berpuasa digital, juga butuh latihan.

Makan dan minum yang sudah rutin dan menjadi kebutuhan wajib, perlu dilatih berangsur dan dukungan semua pihak dalam keluarga.

Puasa digital juga demikian, butuh latihan berangsur dan dukungan pihak lain.

Kalau harus berubah mendadak dan radikal, malah bisa stress dan mempengaruhi kesehatan fisik dan mental. Ujung-ujungnya bisa mengarah perbuatan maksiat dan dosa.

Butuh keseimbangan baru dunia. Dunia atau alam hidup manusia sudah tidak hanya dunia fisik dan ruhani, tetapi ada dunia maya.

Harus ada tatanan baru menjalani hidup ini.

Berpuasa Ramadan, awalnya menata fisik dan ruhani, sekarang menata dunia maya juga.

Ekstrimisasi salah satu aspek akan mengakibatkan kekacauan.

Ujungnya menjadi beban hidup manusia yang dapat menggagalkan upaya-upaya yang sedang dilakukan.

Berpuasa menyadarkan manusia, bahwa kebutuhan fisik, makan dan minum yang harus dipenuhi sebagai kebutuhan dasar, harus dikendalikan.

Kalau ekstrim bisa jadi penyakit. Mengendalikan pola makan akan berdampak pada kesehatan ruhani.

Berpuasa digital, begitu juga, sebagai upaya mengendalikan asupan digital yang saat ini sudah dianggap kebutuhan pokok dan wajib seperti makan dan minum.

Ekstrimitas dalam memenuhi asupan digital, tanpa dikendalikan sanga berbahaya.

Ia bisa melahirkan mental a-sosial, cuek terhadap lingkungan sekitar, bahkan melemahkan kekuatan ikatan keluarga.

Dunia ruhani sangat terdampak. Demikian pula, beban mengkonsumsi asupan digital berlebihan membebani fisik.

Lupa makan, minum dan istirahat. Atau sebaliknya, terlalu banyak ngemil yang menjadikan obesitas.

Pola tatanan baru ini perlu dijadikan agenda bersama. Dulu konsep pembangunan adalah membangun jiwa dan raga, jasmani dan ruhani.

Sekarang pembangunan melibatkan dunia fisik, ruhani dan digital. Dulu orang bisa kerasukan dari pengaruh dunia ghaib (ruhani), sekarang kerasukan dunia digital.

Apalagi kerasukan keduanya. Maka dunia fisik, dunia nyata kita akan berat menanggungnya dan mudah rusak.

Doa kita dulu, semoga selamat dunia dan akhirat, mungkin perlu ditambahi selamat duni digital.

Semoga melalui berpuasa ramadan, keseimbangan dan kesehatan dunia fisik, ruhani dan digital kita bisa terwujud. Amin.

Ikuti berita seputar Hikmah Ramadan

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved