Hikmah Ramadan 2025

Berpuasa secara Mindfullness

Marhaban ya Ramadhan, Alhamdulillah bulan ramadhan kembali datang. Bulan mulia penuh keberkahan.

Editor: Taufiq Rochman
Istimewa
HIKMAH RAMADAN - Prof Hj Muslihati menulis artikel Hikmah Ramadan berjudul "Berpuasa secara Mindfullness" yang tayang pada Sabtu (15/3/2025). 

Pendek kata, manusia secara umum tidak tahan godaan.

Tanpa kekuatan iman dan niat, maka kemungkinan seseorang hanya akan berpuasa diawal bulan lalu menyerah tidak menyelesaikannya sebulan penuh dengan berbagai alasan.

Pengendalian diri sebagai salah satu proses penting selama beribadah puasa, tidak muncul tiba-tiba.

Kemampuan ini tumbuh dan berkembang dari edukasi, pembiasaan dan latihan sejak belia.

Keluarga dan masyarakat menjadi ruang edukasi yang penting.

Penjelasan, motivasi dan contoh dari orang tua serta seluruh keluarga menjadi diterminan penentu munculnya pemahaman dan kesadaran akan penting pengendalian diri ketika berpuasa.

Latihan pengendalian diri ini akan membuahkan berbagai kualitas pribadi seperti resiliensi atau ketangguhan, agilitas dan adaptabilitas atau kemampuan beradaptasi, dan tentunya juga sikap altruis dan empati.

Semua kemampuan tersebut sangat diperlukan dalam menghadapi dinamika kehidupan yang naik turun ibadat roaller coaster. 

Tiga level kualitas puasa
Mencapai predikat muslim sejati dengan kualitas ibadah tertinggi tentu memerlukan proses.

Begitu juga dengan penunaian ibadah puasa. Ibarat siswa yang sedang sekolah, seseorang bisa menapaki setiap tangga kelas secara bertahap setelah melewati sekian evaluasi.

Dalam beribadah puasa, Imam Al Ghazali dalam Kitab nya Ihya Ulumuddin membagi level puasa menjadi tiga tingkatan yaitu level pertama shaumul umum atau kualitas puasa masyarakat awam, level kedua shaumul ‎khusus atau kualitas puasa orang-orang spesial, dan level ketiga atau level tertinggi shaumul khususil khusus atau kualitas puasa orang-orang istimewa.

Setiap level memiliki kriteria tersendiri. 

Puasa level pertama dilaksanakan sebatas menahan haus dan lapar serta hal-hal lain yang membatalkan puasa secara syariat namun terkadang masih diciderai dengan perilaku yang berpotensi membatalkan pahala ibadah ini.

Puasa semacam ini sering dilakukan kebanyakan orang, dimana mereka masih sering menggunjing dan menghina orang lain atau bermaksiat mata, telinga, kaki, tangan dan jari jemari melalui perangkat gadget.

Ibarat kata ibadah dilaksanakan maksiat terus dilakukan.

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved