Berita Viral
Pantas Warga Protes Jalanan Jelek, Kadis PUPR Rencanakan Pemenang Tender Proyek, Demi Jatah Rp8 M
Lelang pengerjaan proyek jalan di Sumatera Utara ternyata setting-an. Alhasil, warga tak puas dengan kualitasnya.
TRIBUNMADURA.COM - Berkat protesan warga, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil mengusut kasus yang disebabkan Dinas PUPR Sumatera Utara.
Penyelidikan berawal dari warga yang protes akan kualitas buruk jalan di Mandailing Natal, Sumatera Utara.
Usut punya usut, pengerjaan proyek jalan itu dibuat secara ngawur oleh Dinas PUPR Sumut.
Lelang pembuatan proyek ini sudah direncanakan oleh sang kepala dinas yang kini menjadi tersangka korupsi, Topan Ginting.
Hal itu dilakukan demi mendapat jatah Rp8 miliar.
Diketahui, Topan Ginting tak sendiri dalam penangkapan tersebut.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di GoogleNews TribunMadura.com
Baca juga: Nyaris Ambruk, Guru dan Wali Murid di Malang Urunan Kerja Bakti Perbaiki Sekolah: Kemana Dinas Ini?
Lima orang lainnya turut ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis (26/6/2025) malam di Mandailing Natal.
Mereka terdiri dari penyelenggara negara termasuk ASN hingga swasta.
Mereka akan ditahan selama 20 hari di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan.
Menurut Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Brigjen Pol Asep Guntur, kasus ini mencuat karena pengaduan masyarakat soal kualitas infrastruktur yang kurang bagus di Sumut.
"Kronologinya di mana sejak beberapa bulan lalu itu ada informasi dari masyarakat kepada kami terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi, kemudian juga adanya infrastruktur di wilayah tertentu di Sumut kualitasnya yang memang kurang bagus sehingga diduga ada tindak pidana korupsi pada saat pembangunannya," kata Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (28/6/2025).
Berangkat dari aduan masyarakat tersebut, KPK lalu menerjunkan tim untuk pengecekan ke lokasi. Ditemukan ada beberapa proyek jalan yang dikorupsi.
"Berbekal dari aduan masyarakat tersebut, kemudian KPK menurunkan tim tentunya dan memantau pergerakan yang kemudian juga di pertengahan tahun ini ada beberapa proyek jalan ya jalan, ada beberapa proyek jalan di Sumatera utara," ujar Asep, dikutip dari TribunMedan.com.
Baca juga: Sudah Habiskan Rp2,6 M, SMKN Baru Malah Tak Bisa Dipakai Belajar, Kejari Temukan Berbagai Masalah
"Nah, sekitar awal Minggu ini, diperoleh informasi ada kemungkinan pertemuan dan juga terjadi penyerahan sejumlah uang," imbuhnya.
Saat menerima informasi tersebut, Asep mengatakan pihaknya dihadapkan pada dua pilihan.
Pertama, kata dia, pihaknya punya pilihan untuk menunggu hingga proses lelang pengerjaan proyek jalan ini selesai.
Meskipun pada prosesnya, lelang proyek ini sudah ditentukan pemenangnya oleh Kadis PUPR Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Topan Ginting, yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka.
"Pembangunan jalan ini berjalan, dilakukan oleh pihak-pihak yang memang sudah di-setting menang. Kita akan menunggu nanti sejumlah uang, pada umumnya 10 sampai 20 persen," kata Asep.
Asep menyebut pada pilihan ini, KPK berpotensi mengamankan uang dari hasil praktik korupsi yang dilakukan ditaksir mencapai Rp 41 miliar atau sekitar 20 persen dari nilai proyek bernilai Rp 231,8 miliar.
Kemudian Asep menjelaskan pilihan kedua bisa diambil KPK yakni langsung melakukan OTT agar pihak perusahaan yang dipastikan menang proses lelang tidak bisa menjalankan proyek tersebut karena kecurangannya.
Asep mengatakan dari dua pilihan yang bisa diambil, KPK memilih untuk langsung melakukan OTT meski dengan penyitaan uang dari barang bukti yang diperoleh jumlahnya tidak besar.
Namun, kata dia, dalam pilihan kedua ini KPK dapat mencegah agar proyek jalan tidak dikerjakan dengan proses curang.
"Karena kalau dibiarkan pihak-pihak ini mendapatkan proyek ini, tentu nantinya proyek yang atau hasil pekerjaannya, tidak akan maksimal. Karena sebagian dari uangnya tersebut paling tidak tadi, sekitar 46 miliar itu akan digunakan untuk menyuap memperoleh pekerjaan tersebut, tidak digunakan untuk pembangunan jalan,"beber Asep.
"Nah tentunya pilihan kedua ini lah yang diambil. Walaupun ini uang yang ter-deliver kepada para pihak itu tidak sebesar kalau KPK mengambil opsi yang pertama, tetapi tentunya kebermanfaatan dari masyarakat akan lebih besar kalau mengambil opsi yang kedua ini,"pungkasnya.
Dalam kasus ini, ada dua klaster.
Klaster pertama terkait dugaan korupsi pembangunan jalan proyek PUPR Sumut.
Klaster kedua menyangkut proyek-proyek di Satker PJN (Pelaksanaan Jalan Nasional) Wilayah I Sumut.
Baca juga: Penampakan Rp11,8 T yang Disita dari Wilmar Group, Korupsi Ekspor CPO, Ternyata Bakal Dikembalikan?

Lebih lanjut, Asep menjelaskan bahwa Topan menginstruksikan kepada RES selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut yang juga pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam proyek ini untuk menunjuk Dirut PT DNG, KIR, menjalankan proyek pembangunan Jalan Sipiongot Batas Labusel dan Jalan Hutaimbaru-Sipiongot dengan nilai total kedua proyek Rp 157,8 miliar.
"Seharusnya pihak swasta itu tidak hanya sendirian yang diikutkan. Di sini sudah diikutkan Saudara KIR sebagai Direktur Utama PT DNG ini sudah dibawa sama Saudara TOP ini, Kepala Dinas PUPR. Kemudian juga TOP ini memerintahkan Saudara RES untuk menunjuk Saudara KIR. Di sini sudah terlihat perbuatannya," kata Asep.
Dalam kasus ini, Topan Ginting diduga akan menerima uang sebesar Rp 8 miliar dari upayanya meloloskan pihak perusahaan pemenang lelang tersebut.
"Kepala Dinas akan diberikan sekitar 4-5 persen dari nilai proyek. Kalau dikira-kira ya dari Rp 231,8 miliar itu, 4 persennya sekitar Rp 8 miliaran ya itu,"ungkap Asep Guntur Rahayu saat konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (28/6/2025).
Asep menuturkan uang sekitar Rp 8 miliar itu akan diberikan kepada Topan secara bertahap hingga proyek selesai dikerjakan oleh pihak M Akhirun Pilang selaku Dirut PT DNG, yang ditunjuk untuk menjalankan proyek jalan tersebut.
Namun nasib Topan tak mendapat uang tersebut karena keburu ditangkap KPK.
"Tapi nanti bertahap, setelah proyeknya selesai, karena pembayarannya pun termin gitu ya, ada termin pembayarannya,"beber Asep.
Selain itu, kasus korupsi juga dilakukan oleh mantan gubernur demi membeli jet pribadi.
Tak tanggung-tanggung, kerugian mencapai Rp1,2 triliun.
Pembelian jet pribadi itu diduga menggunakan metode cash.
Eks kepala daerah itu menyiapkan 19 koper berisi uang tunai demi bisa memiliki kendaraan mewah itu.
Hal tersebut diungkap langsung oleh juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Budi Prasetyo.
Baca juga: Lagi Kejari Bangkalan Tahan 3 Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Rp 14,8 M Dana Penyertaan Modal BUMD
Dia memimpin Papua sebagai gubernur periode 2013-2018 dan 2018-2023.
Meski sudah meninggal dunia, kasus korupsi Lukas Enembe terus diusut KPK.
KPK mengatakan bahwa tersangka Lukas Enembe dan Bendahara Pengeluaran Pembantu Kepala Daerah Provinsi Papua, Dius Enumbi, menyalahgunakan dana operasional dan program peningkatan pelayanan kedinasan kepala daerah.
Uang korupsi itu diduga digunakan untuk membeli private jet menggunakan uang tunai.
"Dalam transaksinya KPK menduga pembelian (private jet) tersebut dilakukan melalui tunai yang uangnya diduga dibawa dari Papua pada saat itu," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Senin (16/6/2025).
Budi mengatakan, KPK menduga tersangka membawa sejumlah uang tunai untuk membeli private jet menggunakan pesawat.
Baca juga: Kades yang Dipanggil Kejati Jatim Soal Dugaan Korupsi BSPS 2024 Diminta Bersikap Koperatif

Dia mengatakan, uang tersebut disimpan di dalam 19 koper.
"Dari informasi yang kami terima bahwa tersangka membawa uang tunai untuk pembelian private jet tersebut menggunakan pesawat dan informasi yang kami terima sejumlah 19 koper untuk membawa uang tunai untuk pembelian private jet tersebut," ujarnya.
Meski demikian, Budi tak mengungkapkan identitas yang membawa belasan koper berisi uang tunai tersebut.
Dia mengatakan, KPK masih mendalami pembelian dari private jet tersebut.
"Pihaknya belum bisa kami sampaikan pada kesempatan kali ini, dan perlu kami sampaikan juga bahwa KPK juga masih mendalami apakah pembelian private jet ini masih ada pembelian-pembelian lain," tuturnya.
Lebih lanjut, Budi mengatakan, KPK menduga private jet itu digunakan untuk kepentingan pribadi.
"Di antaranya untuk itu (kepentingan pribadi) untuk kebutuhan-kebutuhan pribadi pihak-pihak terkait," ucap dia.
Dalam perkara ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan, kerugian negara dalam kasus korupsi tersebut mencapai Rp 1,2 triliun.
Baca juga: Rasul Syok saat Dipecat dari Sekolah Tempatnya Mengajar di Sumenep, Fotonya Membongkar Kasus Korupsi
"Kerugian keuangan negara dalam perkara ini cukup besar, Rp 1,2 triliun," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (11/6/2025).
Budi Prasetyo mengatakan, tersangka dalam perkara ini adalah Dius Enumbi (DE) selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu Kepala Daerah Provinsi Papua dan Lukas Enembe (almarhum) selaku Gubernur Papua.
Dia mengatakan, KPK mengupayakan perampasan aset dari pihak Lukas Enembe dalam rangka asset recovery atau pemulihan kerugian keuangan negara.
Kini KPK tengah melacak keberadaan jet pribadi itu.
"Yang pertama kami membutuhkan juga informasi dari masyarakat barang itu ada di mana, pesawat itu ada di mana, karena ini kami sedang juga melacak lah posisinya itu," kata Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto di Gedung C1 KPK, Jakarta, Jumat (13/6/2025).
Setyo mengatakan, penyitaan jet pribadi itu mudah dilakukan apabila lokasi pesawat tersebut telah diketahui. KPK pun berkoordinasi dengan aparat penegak hukum lainnya untuk menyitanya.
"Barang bukti sekiranya memang bisa di sana, aman, bisa dititipkan, misalkan ada aparat negara atau aparat pemerintah di sana, apakah itu di luar negeri atau di mana, yang bisa dikerjasamakan dan menjamin bahwa secara status quo tidak ada berubah," ujarnya.
Setyo enggan menyebutkan kode detail dari private jet tersebut. Namun, dia mengatakan, penyidik mulai mendapatkan informasi terkait keberadaan pesawat tersebut.
"Ya, nanti detilnya saya enggak hafal kodenya tapi sementara sih kami sudah sedikit banyak sudah terinformasi, tinggal memastikan saja. Tapi sementara, ya statusnya masih kita rahasiakan. Ada di suatu tempat," ucap dia.
Baca juga: Pengelolaan Dana Desa Tidak Tertib, Inspektorat Sampang Tambah Jumlah Desa Anti Korupsi
Sebelumnya, KPK mengusut aliran uang kasus korupsi penyalahgunaan dana penunjang operasional dan program peningkatan pelayanan kedinasan kepala daerah Provinsi Papua tahun 2020-2022.
KPK menduga aliran uang hasil korupsi tersebut digunakan untuk pembelian private jet.
"Penyidik menduga aliran dana dari hasil tindak pidana korupsi tersebut salah satunya digunakan untuk pembelian Private Jet yang saat ini keberadaannya di luar negeri," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Kamis (12/6/2025).
Berdasarkan hal tersebut, KPK memanggil Presiden Direktur PT RDG Airlines Gibrael Isaak (GI) sebagai saksi dalam perkara tersebut pada hari ini, Kamis.
"Hari ini KPK memanggil saksi a.n Gibrael Isaak (GI) seorang WNA Singapura (pengusaha maskapai pribadi) untuk didalami terkait dengan pembelian atas pesawat private jet tersebut," ujarnya.
-----
Berita viral dan berita seleb lainnya.
Sindiran Menohok Ayah Rheza Mahasiswa Tewas saat Demo di Yogya: Demo Itu Damai, Jangan Main Gebuk |
![]() |
---|
Pengakuan Satpam Eko Patrio Sebelum Rumah Dijarah: Pak Eko Gak Ada, Mobil Diamankan |
![]() |
---|
Sakit Hati Lilis Ditinggalkan Suami Malah Bakar Rumah Pak RT sampai Ludes, Kerugian Rp200 Juta |
![]() |
---|
Prabowo Batalkan Tunjangan DPR RI, Rieke Diah Pitaloka Malah Minta Gaji Juga Dipotong: Gak Masalah |
![]() |
---|
Fakta Anggota TNI Diduga Jadi Perusuh Demo, Ketahuan Bawa KTA, Brigjen Freddy: Jangan Terprovokasi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.