Berita Pamekasan
Hari Kesaktian Pancasila, Bupati Baddrut Tamam Ungkap Pengalaman Pahit Keluarga: Kakeknya Dibunuh
Bupati Pamekasan Baddrut Tamam memiliki pengalaman pahit soal keluarganya pada tahun 1965.
Penulis: Kuswanto Ferdian | Editor: Ayu Mufidah Kartika Sari
Laporan Wartawan TribunMadura.com, Kuswanto Ferdian
TRIBUNMADURA.COM, PAMEKASAN - Bupati Pamekasan, Baddrut Tamam mengungkapkan kisah keluarganya pada masa zaman peperangan.
Baddrut Tamam mengaku, kakeknya dibunuh oleh gerombolan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1965.
Cerita ini ia sampaikan setelah menjadi inspektur upacara dalam rangka memperingati Hari Kesaktian Pancasila di area Pendopo Peringgitan, Kamis (1/10/2020).
• Lagi, Dokter di Tuban Meninggal Dunia Karena Covid-19, Total Ada 4 Orang Tenaga Media yang Gugur
• Pengusaha asal Pamekasan Ajukan Poligami, Merasa Tak Puas Urusan Ranjang dengan Istri Pertama
• Dispertan Sampang Dapat Bantuan 5 Unit Hand Traktor, Tunggu BAST untuk Salurkan ke Kelompok Tani
Baddrut Tamam mengatakan, bila teringat kata 'PKI', atmosfer yang muncul di keluarganya sangat menyakitkan.
Sebab, keluarganya memiliki kisah yang kelam seputar kekejaman PKI.
Ia menceritakan, kakeknya pada tahun 1965 dibunuh oleh gerombolan PKI.
Namun ia mengaku merasa aneh ketika ada sebagian orang di Pamekasan menyebut dirinya sebagai golongan PKI.
Bahkan Baddrut Tamam menyatakan sudah 12 kali disebut sebagai golongan PKI oleh beberapa orang.
Tapi, dirinya tidak menanggapi olok-olokan itu terlalu serius.
Baginya, isu PKI yang sengaja digelontorkan kepada pihaknya oleh seseorang tersebut dijadikan sebagai latihan kesabaran dan keikhlasan dalam menjalani pengabdian sebagai Bupati Pamekasan.
"Jadi sebagian orang yang bilang saya begitu (PKI) mereka sok menjadi pahlawan baru," kata Baddrut Tamam kepada sejumlah wartawan.
• KPU Sumenep Sebut Belum Terima Rekomendasi dari Bawaslu Soal 1.600 DPS Bermasalah pada Pilkada 2020
Politisi PKB ini juga mengaku tidak yakin bahwa PKI akan bangkit kembali.
Menurutnya, bangsa Indonesia ini memiliki sejarah yang panjang untuk mengenang masa perjuangan yang begitu melelehkan yang tidak hanya mengorbankan jiwa dan raga para pahlawan, tapi juga mengorbankan kepentingan umum yang lain.