Kilas Balik

Karomah Syaikhona Kholil Muda, Tertawa Saat Berjamaah Membuat Imam Shalat Kyai Pesantren Murka

Kebesaran Allah ditunjukan melalui sosok Mbah Kholil, pemuda asal Kelurahan Demangan, Kota Bangkalan.

|
Penulis: Ahmad Faisol | Editor: Taufiq Rochman
TribunMadura.com/Ahmad Faisol
ILUSTRASI Sholat berjamaah 

Laporan Wartawan TribunMadura.com, Ahmad Faisol

TRIBUNMADURA.COM, BANGKALAN – Maha Besar Allah dengan segala Kehendak Nya, karena Allah SWT semata lah yang berhak menentukan kepada siapa karomah akan dianugerahkan.

Tentunya tidak banyak, hanya pribadi-pribadi unggul dalam kesalehan serta ketaqwaan.

Salah seorang diantaranya adalah Syaikhona Kholil atau Mbah Kholil.

Kebesaran Allah ditunjukan melalui sosok Mbah Kholil, pemuda asal Kelurahan Demangan, Kota Bangkalan.

Baca juga: Cerita Karomah Syaikhona Kholil Bangkalan, Maling Timun Kaku Tak Bisa Duduk, Sembuh karena Percikan

Peristiwa luar biasa di luar nalar manusia terjadi ketika Mbah Kholil muda menimba ilmu di pondok pesantren Langitan, Tuban.

Kisah ini kemudian dipopulerkan melalui buku Biografi dan Karomah Syaikhona Kholil Bangkalan berjudul, ‘Surat kepada Anjing Hitam’, karya Saifur Rahman.

Melalui dzurriyah Mbah Kholil, almaghfurlah KH Fachrillah Aschal, Tribun Madura berkesempatan memiliki buku setebal 201 halaman ini di tahun 2015 silam.

Seperti santri pada umumnya, Mbah Kholil berjamaah Shalat Isya’ dengan Imam Shalat yakni Kyai Muhammad Noer.

Di tengah kekhusyukan shalat, tiba-tiba Mbah Kholil tertawa terbahak-bahak.

Karuan saja hal itu membuat santri lain marah, begitu juga Kyai Muhammad Noer.

Usai shalat berjamaah, kyai memanggil Mbah Kholil ke kediamannya untuk diinterogasi.

Baca juga: Kisah Syaikhona Kholil yang Terima 1 Bentul dengan Senang Hati, Saat Diberi Banyak Malah Ditolak

“Kholil, kenapa tadi kamu waktu shalat tertawa hingga terbahak-bahak."

"Lupakah kamu bahwa hal itu mengganggu kekhusyuan shalat, dan shalatmu menjadi tidak sah,” kata Kyai Noer sambil menatap Mbah Kholil muda.

Sebagai santri, Mbah Kholil menghaturkan permohonan maaf karena terjadi hal yang mengganggu kekhusyuan saat berjamaah Shalat Isya’.

Mbah Kholil menjelaskan peristiwa yang membutnya hingga tidak mampu menahan tawa.

“Maaf kyai, sewaktu shalat tadi saya tidak dapat menahan tawa."

"Saya melihat kyai sedang mengaduk-aduk nasi di bakul, karena itu saya tertawa."

"Salah kah apa yang saya lihat itu kyai?,” tutur Mbah Kholil.

Mendengar jawaban dari seorang santri muda Mbah Kholil, kyai Muhammad Noer terkejut.

Baca juga: Kisah Keramat Syaikhona Kholil Bangkalan: Tancapkan Tongkat hingga Muncul Mata Air, Tak Pernah Surut

Dalam benaknya, santri muda itu dapat membaca apa yang terlintas dalam benaknya.

Kyai Noer duduk sambil menghela nafas, pandangannya lurus ke depan, lalu berbicara semata-mata kepada Mbah Kholil muda.

“Kamu benar anak ku, saat tadi menjadi imam shalat perut saya, perut saya memang sudah sangat lapar."

"Yang terbayang dalam pikiran saya hanyalah nasi,” ungkap Kyai Noer dengan jujur.

Sejak kejadian itulah, kelebihan Mbah Kholil muda menjadi buah bibir, tidak hanya di pesantren Langitan tetapi juga di lingkungan sekitar pesantren.

Setelah itu, setiap tempat yang dijadikan menimba ilmu, para kyai selalu mengistimewakan Mbah Kholil.

Dalam kisah ini, sikap jujur dari seorang kyai terhadap muridnya yakni Mbah Kholil yang tidak bermaksud meremehkannya.

Seorang Mbah Kholil muda hanya memaparkan fakta atas Kehendak Allah yang bermaksud menyempurnakan iman seorang kyai.

Sekedar diketahui, Mbah Kholil lahir pada 11 Jumadil Akhir 1235 H dan wafat pada 29 Ramadhan 1343 H atau di tahun 1925 Masehi.

Mbah Kholil akrab dikenal sebagai guru dari para ulama Indonesia, diantaranya KH Hasyim Asy'ari (1871-1947), KH Abdul Wahab Hasbullah (1888-1971), KH Bisri Syamsuri, dan sejumlah besar lainnya di Jawa.

Para murid Mbah Kholil itu menjelma sebagai ulama besar di nusantara.

Bersama Mbah Kholil, mereka berperan penting atas lahirnya Nahdlatul Ulama (NU).

Energi spiritualitasnya hingga saat ini mampu menjadi magnet bagi sebagian besar umat Islam untuk datang berziarah di komplek wisata religi Pesarean Mbah Kholil, Desa Martajasah, Kota Bangkalan.

Berdasarkan silsilah yang disematkan pada tembok Bujuk Lagundih, Desa Ujung Piring, Kecamatan Kota Bangkalan disebutkan, Mbah Kholil merupakan cicit dari Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah.

Ikuti berita seputar Bangkalan

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved