Ramadan 2025

Benarkah Salat Kafarat di Jumat Akhir Ramadan Bisa Gantikan Salat yang Terlewat? Ini Kata Buya Yahya

Menurut fatwa Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyah, pelaksanaan salat kafarat tidak dibenarkan dan sangat diharamkan.

aleteiaen.files.wordpress.com
HUKUM SALAT KAFARAT - Ilustrasi foto pelaksanaan salat kafarat di hari Jumat terakhir Ramadan. Benarkah dapat menggantikan salat yang terlewat hingga 70 tahun bahkan sampai 1000 tahun? 

TRIBUNMADURA.COM - Saat ini kita telah memasuki akhir Ramadan 1446 Hijriah/2025, di mana banyak orang berusaha meningkatkan ibadah mereka dengan harapan meraih keberkahan dan pahala yang berlimpah.

Belakangan ini, seperti yang kerap dibahas pada tahun-tahun sebelumnya, muncul kembali perdebatan mengenai tradisi yang dilakukan pada waktu akhir Ramadan seperti saat ini.

Salah satu tradisi yang menjadi perhatian adalah pelaksanaan salat kafarat, yang biasa dilakukan pada hari Jumat terakhir di bulan Ramadan, tepat setelah salat Jumat.

Salat kafarat merupakan ibadah yang dimaksudkan sebagai pengganti salat fardhu yang pernah ditinggalkan atau tidak sah di masa lalu. 

Konon, ada pendapat yang menyebutkan bahwa salat ini dapat menggantikan salat yang terlewat hingga 70 tahun bahkan sampai 1000 tahun, serta menyempurnakan kekurangan dalam salat akibat gangguan waswas atau lainnya.

Baca juga: Salat Idul Fitri 2025 di Ibu Kota Nusantara Batal, Pembangunan Masjid Negara IKN Baru 54,3 Persen

Salat ini umumnya dilakukan dalam jumlah rakaat yang sama dengan salat fardhu, yaitu 17 rakaat yang mencakup lima waktu salat wajib, yaitu Subuh, Dhuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya.

Namun, bagaimana sebenarnya hukum salat kafarat ini?

Hukum Salat Kafarat pada Jumat Terakhir Ramadan

Dikutip dari tayangan YouTube Al Bahjah TV, KH Yahya Zainul Ma’arif atau yang lebih dikenal dengan Buya Yahya, menjelaskan secara gamblang mengenai hukum salat kafarat.

Sebelum membahas hukumnya, Buya Yahya menyebutkan bahwa praktik salat kafarat dilakukan dengan berbagai cara. Setidaknya terdapat tiga model yang umum dijumpai.

Misalnya, salat empat rakaat sekali salam setelah shalat Jumat. Ada pula salat dua rakaat yang dilakukan secara berulang. Serta salat lima waktu secara langsung setelah salat Jumat terakhir di bulan Ramadan.

“Kalau salat kafarat dengan satu tasyahud, satu salaman dengan baca ini-ini (surah tertentu setiap rakaatnya), para ulama menjelaskan bahwasanya ini hadis tidak ada, tidak dibenarkan,” kata Buya Yahya.

Beliau merujuk pada fatwa Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyah, yang menegaskan bahwa pelaksanaan salat kafarat tidak dibenarkan dan bahkan sangat diharamkan dalam bentuk apa pun.

Baca juga: Benarkah Perempuan Tak Boleh Salat Zuhur Sebelum Salat Jumat Selesai? Ini Jawaban Buya Yahya

Syekh Ibnu Hajar al-Haitami menyatakan:

وأقبح من ذلك ما اعتيد في بعض البلاد من صلاة الخمس في هذه الجمعة عقب صلاتها زاعمين أنها تكفر صلوات العام أو العمر المتروكة وذلك حرام أو كفر لوجوه لا تخفى

"Yang lebih buruk dari itu adalah tradisi di sebagian daerah berupa shalat 5 waktu di jumat ini (jumat akhir Ramadhan) selepas menjalankan shalat jumat, mereka meyakini shalat tersebut dapat melebur dosa shalat-shalat yang ditinggalkan selama setahun atau bahkan semasa hidup, yang demikian ini adalah haram atau bahkan kufur karena beberapa sisi pandang yang tidak samar." (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj, juz.2, halaman 457) 

Pendapat ini juga dikutip oleh murid-murid beliau, seperti Syekh Zainuddin al-Malibari dalam kitab Irsyadul 'Ibad, serta Abu Bakar Syatha dalam kitab Fathul Mu’in.

“Selain fatwa Ibnu Hajar al-Haitami, belum ada fatwa yang akurat, artinya dengan hujjah-hujjahnya,” tutur Buya Yahya.

Kesimpulannya, tidak ada keutamaan khusus dalam melaksanakan salat kafarat pada Jumat terakhir Ramadan. Jika seseorang pernah meninggalkan salat fardhu, maka harus segera menggantinya begitu ia mengingatnya.

Baca juga: Tidak Salat Tapi Rajin Sedekah, Benarkah Amalannya Sia-sia? Begini Penjelasan Buya Yahya

Mengqadha Salat Fardhu yang Terlupa

Salat merupakan amalan pertama yang akan dihisab di hari kiamat. Lalu, bagaimana jika seseorang lupa mengerjakan salat fardhu dan baru mengingatnya di lain waktu?

Buya Yahya menjelaskan bahwa ada tiga kategori dalam mengqadha shalat fardhu yang tertinggal.

Yang pertama, jika seseorang yakin telah meninggalkan salat tertentu dan mengetahui jumlah rakaatnya, maka ia wajib mengqadha sesuai jumlah yang ditinggalkan. Contohnya, seseorang yang tertidur atau lupa hingga waktu salat berlalu.

Yang kedua, jika seseorang yakin ada salat yang ditinggalkan, tetapi tidak mengetahui jumlahnya, maka ia harus memperkirakan jumlah rakaat yang terlewat sebelum melakukan qadha.

Yang ketiga, jika seseorang tidak yakin apakah pernah meninggalkan salat atau tidak, serta tidak ingat jumlah rakaatnya. Misalnya, seseorang yang ketika salat fardhu pada masa lalu, tidak khusyuk, maka ia tidak perlu mengqadhanya. 

Sebagai gantinya, ia dapat menyempurnakan kekurangan tersebut dengan memperbanyak salat sunnah, seperti salat sunnah rawatib.

Hal ini sejalan dengan hadis dari Abu Hurairah yang berbunyi, "Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Pada hari kiamat pertama kali yang akan Allah hisab atas amalan seorang hamba adalah shalatnya. Jika shalatnya baik maka ia akan beruntung dan selamat, jika shalatnya rusak maka ia akan rugi dan tidak beruntung. Jika pada amalan fardhunya ada yang kurang maka Rabb 'azza wajalla berfirman, "Periksalah, apakah hamba-Ku mempunyai ibadah sunnah yang bisa menyempurnakan ibadah wajibnya yang kurang?" lalu setiap amal akan diperlakukan seperti itu." (H.R. Tirmidzi).

Informasi lengkap dan menarik lainnya di TribunMadura.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved