Berita Sumenep

Polemik Konflik Lahan Ber-SHM di Pesisir Pantai Gersik Putih Sumenep Kembali Mencuat ke Publik

Sengketa penggarapan lahan tambak garam di pesisir pantai Desa Gersik Putih Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep Madura

Penulis: Ali Hafidz Syahbana | Editor: Januar
TribunMadura.com/ Ali Hafidz Syahbana
KONFLIK LAHAN TAMBAK DI PESISIR TAPAKERBAU SUMENEP : Suasana warga Dusun Tapakerbau Desa Gersik Putih Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep saat siaga menolak penggarapan lahan tambak garam di pesisir pantai pada 2023 lalu. 

Laporan Wartawan TribunMadura.com, Ali Hafidz Syahbana

TRIBUNMADURA.COM, SUMENEP - Sengketa penggarapan lahan tambak garam di pesisir pantai Desa Gersik Putih Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep Madura saat ini kembali mencuat setelah sebelumnya sempat mereda.

Hal ini menyusul, setelah tim penyidik Subdit II/Tipid Harda Bangtah Ditreskrimum Polda Jatim memeriksa dan menggeledah kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumenep selama dua hari, yakni pada Kamis - Jumat (17-18/72025) yang dilakukan di Mapolres Sumenep.

Catatan TribunMadura.com, sebanyak 19 sertifikat hak milik (SHM) di pesisir pantai Desa Gersik Putih Kecamatan Gapura saat ini tidak bisa digarab menjadi tambak garam.

Sebab, sebelumnya warga setempat menolak karena dikhawatirkan mengganggu ekosistem laut. Akibatnya, pemilik SHM tersebut tidak bisa mengelola haknya.

Bahkan, 19 lahan yang sudah ber SHM tersebut dilaporkan ke Polda Jawa Timur atas dugaan pemalsuan surat dan kejahatan dalam jabatan pada proses penerbitan sertifikat hak milik (SHM).

Kasus tersebut dilaporkan oleh warga Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Tolak Reklamasi (Gema Aksi).

Herman Wahyudi, sebagai kuasa hukum pemilik lahan ber SHM (Sertifikat Hak Milik) mengatakan bahwa pihaknya memiliki dasar hukum yang kuat dan pemiliknya juga jelas.

Meskipun tegasnya, dari awal ada para pihak yang menentang dan menghalangi untuk menggarap lahan tambak milik kliennya tersebut.

"Sertifikat itu diterbitkan melalui prosedur yang sah dan benar. Dan asal sampean tahu, peneribitan SHM itu melalui program pemerintah pusat pada tahun 2009," tegas Herman Wahyudi saat dikonfirmasi pada Rabu (6/8/2025).

Bahakan tambahnya, saat itu yang juga sudah diterbitkan bukan hanya 19 SHM yang dipersoalkan. Tapi banyak sertifikat lainnya yang diterbitkan di berbagai titik di Sumenep.

"Kalau memang yang 19 SHM ini dianggap bermasalah proses penerbitannya. Mari kroscek semua sertifikat lainnya yang diterbitkan pada saat itu (2009)," tuturnya.

Dengan demikian, warga pemilik SHM ini berhak untuk menggarab lahannya sendiri dengan dasar kepemilikan SHM tersebut. Terkecuali SHM-nya itu dibatalkan penerbitannya.

"SHM nya ini kan sah, diterbitkan oleh negara. Jadi tidak ada alasan untuk dihalangi," tegasnya.

Herman mengatakan, bahwa niat dari pemilik SHM untuk menggarab lahannya itu dinilai sangatlah membantu perekonomian warga setempat. Karena warga setempat juga dapat ikuk memggarab lahan tersebut jika sudah digarap dengan sistem bagi hasil.

"Sebenarnya kalau ini segera digarap kan juga bisa membantu dan menguntungkan warga setempat. Nanti sistem bagi hasil, pemilik lahan dapat 60 persen dan penggarab 40 persen. Secara otomatis perekonomian warga disana kan ikut meningkat," paparnya.

Bahkan kata Herman, pemilik SHM tersebut saat ini juga sudah memiliki beberapa izin penggaraban lahan. Misalnya, nomor induk berusaha (NIB) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Sumenep melalui OSS.

"Dan saat ini mereka juga mengurus izin penyesuaian. Intinya, pemilik lahan sudah memenuhi segala persyaratan untuk menggarab miliknnya menjadi tambak garam. Jadi apa yang dipersoalkan, SHM mereka juga sah," kata Herman Wahyudi.

Terpisah, warga Kampung Tapakerbau Desa Gersik Putih Kecamatan Gapura Ahmad Shiddiq mengatakan sebanyak 19 SHM tersebut diterbitkan melalui prosedur yang salah.

Bahkan sebutnya, diduga hasil kongkalikong banyak pihak. Sebab, SHM tersebut diterbitkan dipantai.

"19 SHM ini sedang kita laporkan ke Polda Jatim. Saat ini proses hukumnya masih berjalan," kata Ahmad Shiddiq.

Untuk diketahui sebelumnya, konflik lahan tambak garam itu terjadi pada pertengahan 2023 lalu. Yakni, antara warga Dusun Tapakerbau Desa Gersik Putih Kecamatan Gapura dengan penggarap tambak garam atau pemilik lahan ber SHM.

Konflik tersebut sempat mereda setelah dilakukan pertemuan yang dihadiri kedua belah pihak pada Desember 2023 lalu.

 
 
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunMadura.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved