Berita Viral

Upah Sehari Cuma 120 Ribu, Yayat Tukang Las Menjerit PBB Rp300 Ribu Jadi Rp2 Juta: Makan Saja Susah

Yayat merupakan warga Cirebon, Jawa Barat, yang mengeluhkan kenaikan PBB berkali-kali lipat.

Editor: Mardianita Olga
Kompas.com/Muhammad Syahri Romdhon
KENAIKAN PBB - Tukang las di Cirebon, Jawa Barat, Yayat, mengeluhkan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang berkali-kali lipat. Menurut pengakuannya, pajak naik dari Rp300 ribu ke Rp2 juta. 

Senasib, nenek di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, juga dikagetkan oleh tagihan PBB yang melambung.

Baca juga: Ismanto Ketar-ketir Usai Viral Didatangi Petugas Pajak Perkara Rp2,8 M, Kini Minta Video Dihapus

Warga Kabupaten Jombang, Jawa Timur, protes kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dengan membayar pajak menggunakan uang koin, Senin (11/8/2025).
Warga Kabupaten Jombang, Jawa Timur, protes kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dengan membayar pajak menggunakan uang koin, Senin (11/8/2025). (Kompas.com/HO)

Dia adalah Tukimah berusia 69 tahun.

Rumah yang dia tempati itu merupakan peninggalan ibunya, Koyimah, seluas lebih dari seribu meter persegi.

Tak hanya sebagai tempat tinggal, lahan itu dipakai untuk menyambung hidup dengan membuka warung kecil-kecilan.

Di lahan itu juga berdiri satu rumah lagi yang menjadi milik adiknya dan satu bangunan kecil di bagian belakang.

Kenaikan PBB pertama kali disadari oleh keponakannya, Andri.

“Waktu terima surat pajaknya itu, Andri, keponakan saya, bilang kok banyak sekali naiknya,” kata Tukimah ketika ditemui TribunJateng.com, Jumat (8/8/2025).

PBB P-2 yang semula sekitar Rp161 ribu pada 2024, kini naik menjadi kurang lebih Rp872 ribu. 

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atas lahan seluas 1.242 meter persegi itu naik dari Rp425.370.000 menjadi Rp1.067.484.000 dalam satu tahun.

Dia berharap pajak tersebut bisa turun.

“Ya harapannya tahun ini bisa diturunkan pajaknya, itu saja, tidak neko-neko saya. Kami ingin mengajukan keringanan, mudah-mudahan ada perhatian,” imbuh Tukimah.

Isu ramai beredar, instansi terkait pun buka suara.

Baca juga: Sempat Ditantang Bupati, Warga Demo Kenaikan PBB Malah Diusir Sampai Dibentak Meski Sudah Izin

Namun, keduanya sependapat bahwa kenaikan pajak disebabkan oleh naiknya nilai jual objek pajak (NJOP).

NJOP merupakan harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar dan jika tidak terdapat transaksi jual beli.

NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.

Melansir Tribun Jatim, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jombang, Hartono, menjelaskan bahwa fenomena ini terjadi di beberapa kawasan perkotaan.

Bahkan, katanya, ada yang mengalami kenaikan hingga ribuan persen. 

"Ada yang naiknya kecil, tapi ada juga yang sampai ribuan persen. Contohnya, PBB di Jalan Wahid Hasyim dulu Rp 1,1 juta, setelah survei nilainya bisa Rp 10 juta," ujarnya. 

Kepala Badan Keuangan Daerah (BKUD) Kabupaten Semarang mengatakan jumlah pajak tak dipukul rata. Mereka melakukan survei dan verifikasi lapangan.

“Kami tidak memukul rata, namun melakukan penilaian selektif didasarkan pada kenaikan NJOP yang disesuaikan nilai pasar setempat, juga hasil verifikasi lapangan,” kata Rudibdo kepada Tribunjateng.com.

Dalam persoalan yang menimpa warga seperti Tukimah, pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap lokasi yang dimaksud.

Baca juga: Minat Masyarakat Sampang Bayar Pajak Kendaraan Meningkat Hampir 50 Persen Pasca Operasi Patuh

“Setelah kami cek, lokasi tersebut terletak dekat dengan Jalan Raya Ambarawa–Bandungan, yang merupakan jalan provinsi atau kelas dua. Selain itu, lokasi tersebut sudah belasan tahun belum dilakukan penilaian terbatas, maka saat dilakukan penilaian ulang, NJOP-nya menjadi naik,” ujarnya menjelaskan.

Hartono dan Rudibdo menambahkan, warga yang keberatan dapat mengajukan protes.

“Mekanismenya diatur dalam Perda 13 Tahun 2023 dan Perbup 87 dan 89 dan Bupati juga memberi ruang untuk insentif fiskal, seperti pengurangan atau penundaan pajak. Keringanan itu juga memperhatikan kondisi yang ada di lapangan, kemampuan warga membayar pajak, kondisi perekonomian lokal, regional, dan global,” ungkap Rudibdo.

Sementara itu di Kabupaten Jombang, keberatan bisa diajukan secara tertulis.

"Silakan ajukan keberatan secara tertulis. Kami akan turun ke lapangan dan menilai ulang jika memang ada ketidaksesuaian," kata dia.

----- 

Berita viral dan berita seleb lainnya.

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved