Berita Pasuruan

Machfud Heran Warga Meninggal Dapat Tagihan BPJS 1 Juta: Harusnya Terbayar Otomatis oleh Pemerintah

Anggota DPRD Pasuruan itu heran mengetahui seorang warga yang sudah meninggal mendapat tagihan BPJS.

Editor: Mardianita Olga
TRIBUNMADURA.COM/Farid Mukarrom
TAGIHAN BPJS - Warga Kota Pasuruan, Jawa Timur, meninggal tetiba dapat tagihan BPJS senilai Rp1 juta. Hal ini menarik atensi dari anggota DPRD Pasuruan, Machfud Syafi'i. 

TRIBUNMADURA.COM - Permasalahan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kembali terjadi, kali ini di Pasuruan, Jawa Timur.

Hal ini juga menarik atensi anggota DPRD Pasuruan, Machfud Syafi’i.

Dia merasa heran setelah mengetahui warga meninggal di daerahnya mendapat tagihan BPJS senilai Rp1 juta.

Warga tersebut berinisial CZ (55), warga Kelurahan Mandaranrejo, Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan.

Kata Machfud, tagihan itu muncul setelah CZ meninggal dunia, 1 jam menjalani perawatan medis di RSUD Dr. Soedarsono, Jumat (12/9/2025).

"Saat masuk rumah sakit, BPJS pasien dalam kondisi non aktif, padahal yang bersangkutan termasuk Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK). Usai satu jam, pasien meninggal dunia. Tadi saya urus juga," kata Machfud yang turut mengurus jenazah korban, Jumat.

Yang membuah Machfud heran, CZ ternyata merupakan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK).

Akan tetapi, saat masuk rumah sakit, status Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tidak aktif.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Google News TribunMadura.com

Baca juga: Sandi Lemas Bayinya Tewas Usai Operasi, Terlanjur Bayar Rp8 Juta Buat Beli Alat Meski Pasien BPJS

Padahal CZ yang merupakan peserta PBI JK masuk dalam Universal Health Coverage (UHC).

Seharusnya, iuran BPJS milik CZ terbayar otomatis oleh pemerintah.

"Kalau UHC berarti yang bayar pemerintah. Kok bisa pasien BPJS-nya tidak aktif, padahal dia masuk UHC. Ini malah dapat tagihan Rp 1 juta," kata dia, seperti dilansir dari Kompas.com.

Setelah selesai mengeluarkan jenazah dari rumah sakit, dia menanyakan ke Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial terkait permasalahan keluarga CZ.

Ternyata, selain CZ terdapat peserta PBI JK di Kota Pasuruan sempat yang tidak aktif.

"Jangan sampai ada kejadian warga miskin sakit, tidak tercover BPJS, berobatnya mengalami kendala, apalagi sampai meninggal. Padahal saat sistemnya sudah diperbarui melalui Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN)," tegasnya.

Baca juga: Jangan Tunggu Sakit! BPJS Ingatkan Pentingnya Iuran Tepat Waktu

Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Kota Pasuruan, Shierly Marlena membenarkan kejadian yang dialami CZ.

Dia menjelaskan pasien CZ masuk ke rumah sakit pukul 06.00 WIB dan meninggal dunia pukul 07.00 WIB.

"Yang pasti, pasien ini sudah mendapatkan penanganan dari rumah sakit. Tidak ditolak, tetap mendapatkan perawatan medis dan semuanya sudah bebas tanggungan," kata Shierly.

Shierly menjelaskan, pembayaran iuran kepesertaan pada PBI JK ada dua metode, ada yang ditanggung oleh APBD dan yang ditanggung APBN.

Sedangkan pasien CZ ini merupakan peserta PBI JK yang ditanggung APBN.

"Yang sering terjadi, tahunya kalau non aktif ketika sudah di rumah sakit. Seperti yang dialami oleh pasien CZ," terangnya.

Baca juga: Pemkab Bangkalan Nunggak Rp 19 Miliar, Layanan BPJS Terancam Terganggu

Untuk itu, dia mengimbau kepada masyarakat peserta PBI JK segera melakukan pengecekan kepesertaan untuk mengetahui status kepesertaannya.

Jika warga mendapatkan status non aktif segera melapor ke Dinas Kesehatan Kota Pasuruan.

Sementara itu, pasien bayi di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, ditolak dirawat di rumah sakit meski panas tinggi dan sesak napas.

Awalnya, balita 6 bulan itu dibawa IGD RSUD KHZ Mustofa sekitar pukul 19.05 di IGD RSUD KHZ Musthafa dengan gejala panas tinggi dan terlihat seperti sesak, gelisah dan menangis terus menerus.

Orangtua pasien,  Luthfi, menuju loket untuk melakukan mendaftarkan pasien dengan membuka aplikasi JKN. Sedangkan identitas seperti KK tidak terbawa karena spontan dan kondisi panik melihat anaknya panas tinggi.

Namun, petugas loket pendaftaran tetap meminta identitas seperti KTP dengan alasan untuk mengetahui NIK.

Baca juga: Cegah Lebih Baik dari Mengobati, BPJS Kesehatan Dorong Skrining dan Pola Hidup Sehat

Padahal dalam identitas yang sudah diperlihatkan kepada petugas sudah ada nomor BPJS dan statusnya aktif.  

Karena kondisi panik akhirnya orang tua meninggalkan loket pendaftaran dan masuk IGD untuk memastikan pasien sudah ditindak atau belum.

Namun ketika masuk IGD, pasien belum diberi tindakan sama sekali dan masih digendong ibu pasien tanpa ada fasilitas seperti brangkar, padahal kondisi IGD pada waktu itu tidak banyak pasien.

Penanganan baru dilakukan setelah beberapa menit oleh dokter tanpa diberi obat apapun dan menjelaskan perihal hasil pemeriksaan serta memberikan satu lembar resep obat untuk dibeli di luar rumah sakit.

“Anak saya terlihat sesak, gelisah dan menangis tiada henti, namun petugas IGD menunda penanganan medis dengan alasan harus menyelesaikan administrasi pendaftaran terlebih dahulu,” ungkap Luthfi ketika dikonfirmasi wartawan TribunPriangan.com, Selasa (29/7/2025). 

Luthfi menjelaskan saat dirinya menuju loket pendaftaran untuk mendaftarkan pasien dengan membuka aplikasi JKN, ia tak sempat membawa KK karena panik melihat kondisi anaknya. 

Baca juga: Puluhan Badan Usaha di Pamekasan Gandeng BPJS Kesehatan, Daftarkan Karyawan Jadi Peserta JKN

“Karena kondisi panik akhirnya saya meninggalkan loket pendaftaran dan masuk IGD untuk memastikan pasien sudah ditindak atau belum,” ungkapnya.

Penanganan baru dilakukan setelah beberapa menit tertunda, yang tentu sangat berisiko bagi keselamatan pasien. 

“Beberapa menit baru ada tindakan dari petugas sekuriti membawa brangkar dan pasien diperiksa oleh dokter tanpa diberi obat apapun dan perihal hasil pemeriksaan selanjutnya dokter memberikan satu lembar resep obat untuk dibeli di luar rumah sakit," tutur Luthfi.

Luthfi menyayangkan fasilitas menggunakan BPJS aktif masih tetap dipersulit, padahal kondisi anaknya sedang darurat.

“Saya membayangkan bagaimana ada masyarakat ujung kabupaten Tasikmalaya yang tidak sengaja tidak membawa identitas berharap mendapatkan pelayanan dan ingin sembuh malah terbunuh,” kata Luthfi.

Dirinya menyayangkan atas perlakuan ini, apalagi kejadian ini bertentangan dengan Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 32 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 29 ayat (1) huruf c. 

Ia pun meminta agar dilakukan evaluasi SOP di IGD terkait penanganan pasien gawat darurat. Termasuk ada pembinaan dan tindakan disipliner kepada petugas loket pendaftaran bernama Ega Ambar yang menurutnya lalai menjalankan tugasnya.

Baca juga: 612 Petani Tembakau Dapat Perlindungan Jamsostek dari BPJS Ketenagakerjaan Pamekasan

“Kami juga berhak melaporkan hal ini ke Ombudsman Republik Indonesia jika tidak ada tindak lanjut yang jelas. Apabila ada regulasi yang mengatur perubahan SOP agar di harmonisasi dan disosialisasikan agar rakyat tidak menjadi korban perubahan regulasi,” tuturnya.

Dikonfirmasi terpisah, Direktur Utama (Dirut) RSUD KHZ Musthafa, dr Iman Firmansyah mengaku akan menindaklanjuti kejadian tersebut dan melihat kronologinya.

“Oh iya ini sudah ditindaklanjuti di IGD dan pelayanan terkait ini. Dan sudah komunikasi dengan orangtua pasien. Hari ini sedang dipelajari kronologis kejadiannya agar bisa ditindaklanjuti oleh bagian pelayanan,” kata dr Iman.

Iman mengaku akan menindaklanjuti dan mengevaluasi khususnya dibagian pelayanan.

“Ya nanti hasil rapat hari ini, saya akan memanggil bagian pelayanan,” katanya.

Manajemen RSUD KHZ Musthafa Kabupaten Tasikmalaya, hanya memberikan teguran dan rolling ke pegawainya yang sempat menolak pasien BPJS.

Kejadian ini terjadi pada Senin (28/7/2025) saat ada balita berumur 6 bulan menderita sakit panas dan sesak hingga harus dilarikan ke IGD RSUD KHZ Musthafa.

Namun, hanya karena orangtuanya berbekal BPJS dan tak membawa identitas lain, balita tersebut hanya diberikan tindakan awal dan dengan diberi resep obat yang harus dibeli ke apotek luar rumah sakit.

Namun manajemen RSUD KHZ Musthafa tidak memberikan sanksi apapun kepada pegawainya dan hanya akan melakukan rotasi terhadap pegawai yang bertugas di loket pendaftaran.

Baca juga: ‘Lumayan’, Biaya Operasi Ibu Luna Maya Ditanggung BPJS, Istri Maxime Tak Jadi Keluarkan Rp120 Juta

"Iya benar, dan tadi juga baru selesai menghubungi Pak Luthfi (orang tua pasien) dan alhamdulillah sudah komunikasi, dan klarifikasi," ucap Direktur Utama (Dirut) RSUD KHZ Musthafa, dr Iman Firmansyah ketika dikonfirmasi, Selasa (29/7/2025).

Pihak RSUD KHZ Musthafa mengakui adanya kesalahan terhadap pelayanan yang diberikan ke pasien rumah sakit.

"Intinya kami menerima segala masukan dan buat evaluasi pelayanan di rs kami Agar pelayanan kami lebih baik lagi," ucap dr Iman.

Ditanyai soal pemberian sanksi pihaknya tetap memberlakukan sesuai kebijakan sebagai evaluasi kedepan.

"Bentuknya teguran dan dimonitor terus, dan akan kami rolling," kata Iman.

----- 

Berita viral dan berita seleb lainnya.

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved