Rumah Politik Jatim

Jusuf Kalla Sebut Puisi Neno Warisman Strategi Kampanye yang Keliru, Karena Mengandung Hal ini

Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menyebut puisi yang dilantangkan Neno Warisman dalam acara Munajat 212 adalah bentuk kampanye yang keliru.

Penulis: Fatimatuz Zahroh | Editor: Aqwamit Torik
TRIBUNMADURA.COM/FATIMATUZ ZAHROH
Wakil Presiden RI Jusuf Kalla didampingi Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa saat menghadiri acara Forum Silaturahmi Gawagis Nusantara di Hotel Wyndham, Surabaya, Sabtu (23/2/2019) sore. 

TRIBUNMADURA.COM, SURABAYA- Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menyebut puisi yang dilantangkan Neno Warisman dalam acara Munajat 212 adalah bentuk kampanye yang keliru.

Hal itu diutarakan JK usai menghadiri acara Forum Silaturahmi Gawagis Nusantara di Hotel Wyndham, Surabaya, Sabtu (23/2/2019) sore.

Pada awak media, JK mengatakan lebih baik menggunakan metode kampanye yang benar. Terlebih puisi Neno Warisman berisi cukup keras dan menyinggung masalah agama.

Emil Dardak Beri Motivasi Millenial Agar Punya Etos Kerja dan Budi Pekerti

Pemkot Surabaya Garap Serius Pengembangan Wisata Pesisir Pantai Kenjeran, ada Kereta Gantung Juga

Pelatih Persebaya Djanur Rela Tinggalkan Sementara Kursus AFC Pro Hanya Lihat Adaptasi Pemainnya ini

"Saya rasa keliru. Ya namanya kampanye, tapi kampanye yang keliru," kata JK, Sabtu (23/2/2019).

Sebagaimana ramai diberitakan, Neno Warisman dalam acara Munajat 212 membacakan puisi. Dimana bagian akhir dari puisi Neno Warisman menimbulkan berdebatan.

Berikut cuplikan puisi Neno Warisman,

Namun kami mohon jangan serahkan kami pada mereka
Yang tak memiliki kasih sayang pada kami dan anak cucu kami
Dan jangan, jangan Engkau tinggalkan kami dan menangkan kami
Karena jika Engkau tidak menangkan
Kami khawatir ya Allah
Kami khawatir ya Allah
Tak ada lagi yang menyembah-Mu

Lebih lanjut, dalam acara bersama seribu kiai muda atau gus se Indonesia itu, JK juga membahas masalah Pemilu yang tinggal menghitung hari. Menurutnya, Pemilu menjadi ajang demokrasi untuk memilih pemimpin yang terbaik.

"Kita ingin demokrasi yang tidak nepotisme dan tidak korupsi. Sekarang tinggal dua pilihan. Saat saya dengan Pak Jokowi, kita belum pernah bicara masalah bagi-bagi proyek. Secara pribadi nggak pernah. Nggak ada kita bicara sesuatu tanpa rapat. Artinya sangat demokrasi," tegas JK.

Pengerjaan Proyek Jalan MERR Surabaya Dikebut, Ditargetkan Akhir Februari Selesai

Muncul Wacana Kembalinya Dwifungsi ABRI di Tubuh TNI, Wapres Jusuf Kalla: Dwifungsi itu Tidak Ada

Bawaslu Jatim Terima Laporan BPP Soal Penghadangan Timses 01, Komisioner: Jika Terbukti ada Pidana

JK juga menyinggung anak-anak Jokowi, yang tidak ada bermain proyek pemerintah. Semua anak-anak Jokowi mandiri, jualan martabak, jual kopi dan juga kualan pisang nugget goreng.

"Beda sama yang dulu, tangani proyek ini itu. Kalau sekarang tidak ada," imbuhnya.

Lebih lanjut, JK mengatakan, ada dua hal yang membuat negara hancur. Yaitu negara yang pemerintahannya otoriter dan yang kedua adalah pemerintahannya korupsi, kolusi dan nepotisme.

Punya Potensi Wisata, Pemkot Surabaya Ajak Warga Pesisir Kenjeran Tertib PKL Tanpa Pengawasan

Pemkot Malang Buka Lowongan Jabatan Direktur untuk PDAM kota Malang, Kualifikasi Minimal S1

Bawaslu Magetan Telusuri Dugaan Kepala Kantor Kementerian Agama yang Memihak di Pilpres 2019

Ia menyontohkan Presiden Suharto, juga pemerintahannya hancur, sama dengan dengan Venezuela, keduanya sama sama otoriter pemerintahannya.

"Jadi insyaallah negeri ini akan aman jika pemerintahan berlanjut. Jika ingin nepotisme dengan otoriter, itu adalah awal kehancuran negara," katanya.

"Insyaallah apalagi kita konsekuen dengan pemimpin yang tidak otoriter," lanjut JK. (Fatimatuz Zahroh)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved