Berita Surabaya
Pemkot Surabaya Coret 35 Ribu Penerima Bansos, Orang Meninggal hingga Pindah Masih Terdata
Ditemukan sejumlah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Kota Surabaya yang dinyatakan tidak layak menerima bansos.
Penulis: Bobby Koloway | Editor: Ayu Mufidah Kartika Sari
Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman serta Pertanahan (DPRKPP) Surabaya yang menyiapkan program perbaikan Rumah Tidak layak Huni (Rutilahu).
"Data MBR ini mencakup usia, latar belakang pendidikan, hingga keahlian. Ini menjadi dasar intervensi pemerintah. Termasuk soal ketepatan intervensi seperti apa yang diberikan kepada yang bersangkutan," tuturnya.
Terkait ketepatan pemberian bantuan ini, pihaknya berharap masyarakat proaktif untuk melapor apabila memang telah keluar dari kriteria MBR. Selain itu, juga bersedia melapor apabila memang menemukan MBR yang lebih berkah menerima bantuan.
"Kami juga siapkan surat pernyataan bahwa, data yang mereka serahkan, data yang sebenarnya. Misalnya, yang bersangkutan sebenernya mampu, namun masih terdata sebagai MBR, maka harus siap dikeluarkan," katanya.
Saat ini, Pemkot Surabaya juga tengah menggalakkan tertib Administrasi Kependudukan (Adminduk). Terutama, bagi warga ber-KTP Surabaya namun domisili di luar daerah.
Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Surabaya, Agus Imam Sonhaji menjelaskan setiap orang yang pindah harus melaporkan perpindahannya di tempat (alamat) yang baru.
"Sehingga datanya harus sama antara De Facto dengan De Jure. Orangnya harus ada sesuai alamat di KTP," kata Agus dikonfirmasi terpisah.
Agus tak memungkiri, banyak laporan menyebut warga ber-KTP Surabaya, namun domisili atau tempat tinggalnya di luar kota.
Karena itu, pihaknya menegaskan bakal kembali melakukan penertiban administrasi kependudukan.
"Makanya akan dilakukan pengecekan oleh petugas di lapangan. Apabila tidak sesuai, maka ditata kembali, apakah itu pindah atau meninggal. Bahkan, ada yang sudah meninggal lima tahun, tapi KTP nya masih ada dan belum dilaporkan," tegas dia.
Menurut Agus, ketika warga ber KTP Surabaya namun sebenarnya tinggal domisili di luar daerah, tentu saja hal ini dapat berimplikasi ke sektor pelayanan. Utamanya, saat pemkot memberikan intervensi atau bantuan kepada warga tersebut.
Sebab, intervensi yang diberikan pemerintah itu berpedoman pada Nomor Induk Kependudukan (NIK).
"Apabila NIK tidak sesuai dengan alamat domisili atau De Facto tidak sama De Jure, maka intervensi itu bisa tidak diberikan," jelas dia.
Untuk diketahui, regulasi ini sebenarnya diatur dalam Undang-Undang (UU) No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Yang mana, Warga Negara Indonesia (WNI) yang pindah domisili lebih dari satu tahun wajib melapor kepada Instansi pelaksana di daerah asal. (bob)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/madura/foto/bank/originals/eri-cahyadi-saat-mengecek-data-penerima-bantuan.jpg)