Ramadan 2025

Hukum Tukar Uang Lebaran, Waspada Bisa Jadi Riba, Begini Penjelasan UAS dan Buya Yahya

Penjelasan tentang hukum tukar uang Lebaran. Tradisi Hari Raya Idul Fitri di Indonesia. Ini penjelasan Ustaz Abdul Somad dan Buya Yahya.

TRIBUNMADURA.COM/M TAUFIK
TUKAR UANG LEBARAN - Foto arsip untuk berita penyedia jasa penukaran uang baru Lebaran 2025 di pinggir jalan. Berikut hukum tukar uang Lebaran. Tradisi Hari Raya Idul Fitri di Indonesia. 

TRIBUNMADURA.COM – Inilah penjelasan terkait hukum tukar uang Lebaran.

Tukar uang baru untuk dibagi-bagi saat Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran, menjadi tradisi di Indonesia. 

Menjelang Hari Raya Idul Fitri, masyarakat Muslim di Indonesia memiliki kebiasaan menukar uang pecahan besar dengan pecahan lebih kecil yang masih baru.

Uang pecahan ini umumnya digunakan untuk diberikan kepada keluarga, kerabat, atau tamu, terutama anak-anak, saat perayaan Lebaran.

Jelang Idul Fitri 1446 Hijriah/Lebaran 2025, layanan penukaran uang baru sudah banyak tersedia. 

Penukaran uang dapat dilakukan di berbagai tempat, mulai dari layanan perbankan hingga jasa penukaran yang beroperasi di pinggir jalan, terminal, dan pelabuhan.

Baca juga: Dibuka Mulai 3 Maret 2025, Begini Syarat dan Cara Tukar Uang Baru untuk THR Idul Fitri 1446 Hijriah

Dalam proses penukaran uang, beberapa penyedia jasa menerapkan biaya administrasi dengan mekanisme yang berbeda-beda. Ada yang meminta biaya tersebut secara terpisah, ada juga yang langsung memotongnya dari jumlah uang yang ditukarkan.

Lantas bagaimana pandangan hukum Islam terhadap praktik penukaran uang untuk Lebaran tersebut?

Hukum menukar uang lebaran

Dai kondang Ustadz Abdul Somad (UAS) pernah membahas hukum penukaran uang saat Lebaran dalam perspektif Islam. Khususnya, ia menyoroti praktik jasa penukaran uang yang melibatkan selisih nominal dalam transaksi.

Contohnya, ketika seseorang menukar uang pecahan Rp 10.000 ke pecahan Rp 1.000, ia hanya menerima sembilan lembar Rp 1.000, sehingga totalnya menjadi Rp 9.000. Selisih yang terjadi dalam transaksi ini menimbulkan perdebatan mengenai hukumnya dalam Islam.

Menurut UAS, sistem penukaran uang seperti itu termasuk dalam kategori riba. Hal ini disampaikannya dalam sebuah ceramah singkat yang diunggah oleh kanal YouTube Islami Post Official.

Dalam ceramahnya, Ustadz Abdul Somad membacakan pertanyaan dari jamaah yang menanyakan apakah praktik tersebut tergolong riba

“Riba,” jawab UAS dengan tegas.

Beliau menjelaskan bahwa dalam Islam, jika suatu barang ditukar dengan barang sejenis namun jumlahnya bertambah atau berkurang, maka itu dikategorikan sebagai riba. Oleh karena itu, ia mengingatkan agar umat Islam menghindari praktik semacam itu.

Baca juga: Tidak Salat Tapi Rajin Sedekah, Benarkah Amalannya Sia-sia? Begini Penjelasan Buya Yahya

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved