"Kami memberi perhatian pada kelanjutan pendidikan para santri. Mereka harus terus belajar. Kami akan koordinasikan dengan sejumlah pesantren lain," sebut Waryono.
Sejauh ini, Kemenag sudah menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama.
Sebagai tindak lanjut, pihaknya tengah melakukan finalisasi Keputusan Menteri Agama (KMA) tentang Panduan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama.
KMA ini diperlukan sebagai regulasi teknis yang akan mengatur langkah dan upaya pencegahan kekerasan seksual di satuan pendidikan binaan Kemenag.
Oleh karena itu, ia berharap, semua pemangku lembaga pendidikan agama dan keagamaan menjadi tauladan, melakukan pengendalian internal, dan upaya pencegahan sedini mungkin terhadap potensi kekerasan seksual.
"Kami terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada semua pihak, agar tindak kekerasan, apapun bentuknya tidak terjadi lagi," ujar Waryono.
Baca juga: Guru Ngaji Cabul di Tuban Lakukan Asusila Sebanyak 20 kali di TPQ pada 2 Santriwati, Korban Menangis
Baca juga: Satpam Pasar Ketagihan Judi, Motor Orang Dibawa Lari, Kini Dicokok Polisi
Diberitakan sebelumnya, WMA mencabuli santriwati sejak tahun 2019.
Ada kemungkinan, jumlah korban terus bertambah.
Catatan polisi, ada 14 korban yang sudah melapor disertai vukti visum.
Kapolda Jateng Irjen Ahmad Luthfi mengakui, kasus ini menjadi perhatian khusus sebab 13 korban di bawah umur dan satu korban yang saat ini sudah berusia dewasa.
Modus yang digunakan tersangka dalam melancarkan aksinya adalah membujuk dan merayu korban agar mau disetubuhi.
Untuk meyakinkan persetubuhan itu sah, WMA mengucapkan ijab kabul yang seolah-olah menikah siri.
Namun, ijab kabul hanya dilakukan tersangka dengan korban, tanpa saksi. Hanya bersalaman, sebelum mengucap ijab kabul.
Tersangka menyebut, korban akan mendapatkan karomah atau berkah keturunan.
Setelah menyetubuhi korban, tersangka memberi uang jajan dan mengancam agar tidak memberitahu kepada orang lain. Sebab, perbuatan yang dilakukan tersebut dianggap benar dan sah sebagai suami istri.
"Para korban ini dibilang akan mendapat karomah serta buang sial, lalu juga diberikan sangu atau jajan dan tidak boleh lapor sudah sah sebagai suami istri ke orang tua," ujar Kapolda Jateng saat jumpa pers di Mapolres Batang, Selasa (11/4/2023).
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
Baca Berita Madura lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunMadura.com