Berita Surabaya

Sosok Pria Surabaya yang Dibunuh di Hutan Sampang, Dikenal Baik di Tempat Kerja, Pelanggan Menangis

Remaja sekarat karena luka bacok sekujur tubuh dengan tangan terikat kebelakang dan kedua mata ditutup kain, di jalan setapak hutan Kabupaten Sampang

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Januar
istimewa
SOSOK KORBAN-Foto Raffa Galang Prayoga (19) semasa hidup. Ia menjadi korban dugaan penganiayaan yang berujung kehilangan nyawa. Warga setempat dibuat geger dengan penemuan Galang dalam kondisi mengenaskan di jalan setapak area Dusun Prekedan, Desa Samaran, Kecamatan Tambelangan, Kabupaten Sampang, sekitar pukul 15.30 WIB, pada Minggu (2/11/2025) sore. 
Ringkasan Berita:
  • Kasus Pembunuhan Tragis di Sampang – Raffa Galang Prayoga (19), remaja asal Krembangan, Surabaya, ditemukan tewas mengenaskan dengan luka bacok, tangan terikat, dan mata tertutup di hutan Sampang pada 2 November 2025
  • Motor dan beberapa barang miliknya hilang
  • Keluarga membantah kabar bahwa Galang adalah pengemudi ojek online. Ia sebenarnya bekerja di perusahaan ekspedisi

 

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi

TRIBUNMADURA, SURABAYA- Seorang remaja Surabaya menjadi korban pembunuhan di Sampang.
 
Remaja sekarat karena luka bacok sekujur tubuh dengan tangan terikat kebelakang dan kedua mata ditutup kain, di jalan setapak hutan Kabupaten Sampang, pada Minggu (2/11/2025) sore, bernama Raffa Galang Prayoga (19) warga Kecamatan Krembangan Kota Surabaya.

Semula ia disebut-sebut sebagai seorang pengendara ojek online (ojol) yang bernasib nahas karena dibegal oleh penumpangnya. Namun, pihak keluarga mengungkapkan fakta lain.

Bahwa, Galang bukan ojol yang sedang mengantar pelanggan dan sama sekali tidak pernah mendaftarkan diri dalam kemitraan sebagai pengendara ojol di aplikator mana pun.

Remaja berpostur kurus dan tinggi sekitar 182 cm itu, baru saja lulus dari SMK, dan bekerja di perusahaan jasa ekspedisi paket barang milik tantenya sendiri, bernama Titik di dekat rumah tinggalnya.

Galang dipekerjakan pada bagian lapangan yang bertugas mengirimkan paket barang dan berkas ke pelanggan di seluruh wilayah Jatim.

Baca juga: Terungkap Motif Sebenarnya Pembunuhan di Pamekasan, Ada Asmara Terlarang dan Ingin Hilangkan Jejak

"Dia bukan ojek, seperti diberitakan sebelumnya, enggak pernah daftar apa-apa soal ojek online. Dia kerja ikut budenya perusahaan ekspedisi bagian lapangan. Antar-antar surat," ujar ayahanda Bambang Kusnandar, saat ditemui TribunJatim.com di rumahnya Krembangan Surabaya, pada Sabtu (8/11/2025).

Galang merupakan anak sulung dari tiga bersaudara. Sejak berusia sembilan tahun, ia tak lagi diasuh oleh ibunda kandungnya berinisial HS, karena perceraian.

Ia kemudian diasuh oleh ayahandanya Bambang Kusnandar (50) sendirian. Termasuk dua adik Galang kembar identik yang masih berusia enam tahun.

Kehidupan makin pelik

Kehidupan Galang makin pelik, pascakecelakaan menimpa sang ayahanda beberapa tahun lalu.

Karena, sang ayahanda menjadi disabilitas tunadaksa; kehilangan anggota gerak kedua lengan tangannya.

Mulai saat itu, Galang yang berusia belia mengambil alih hampir seluruh aktivitas di rumah termasuk membantu sang ayahanda dan merawat kedua adik kembarnya yang masih kecil.

"Dia tulang punggung. Bukan keuangan. Tapi dia membantu saya ke sana ke mari, karena saya seperti ini (Disabilitas Tunadaksa). Dia semua yang urus. Dia urus adiknya yang kembar sejak kecil, sekarang 15 tahun," katanya.

Lantaran begitu pentingnya peran Galang di rumah. Ia sama sekali tidak bisa bepergian jauh dari wilayah sekitar rumah.

Selama ini Galang lebih sering menghabiskan waktu dengan bermain di rumah bersama dua adik kembarnya, seusai bekerja di rumah sang tante.

Terkadang, Galang nongkrong di rumah teman semasa kecilnya di dekat permukiman sang tante.

Jikalau kebetulan beberapa anggota keluarga besar yang lain berkumpul di rumah sang tante, Galang lebih memilih menghabiskan waktu dengan mereka.

Sehingga, Bambang menampik anggapan jika putra sulungnya itu memiliki kebiasaan atau pergaulan bebas yang terkesan serampangan.

Galang merupakan anak 'rumahan' yang kerap kali menghabiskan waktu bersama kerabat dan teman sepermainan di dekat rumah keluarganya.

"Cuma anaknya itu tertutup masalah pribadi. Tapi dia kalau bercanda itu ramai, sama adik-adiknya ramai. Sama keponakannya ramai. Sama teman-temannya juga ramai. Sama saudaranya kalau kita kumpul-kumpul paling ramai dia," jelasnya.

Bambang mengakui Galang memiliki kepribadian yang cenderung tertutup dan pendiam.

Namun perangai tersebut hanya akan tampak tatkala berjumpa dengan orang baru dikenalnya.

Jikalau sudah bertemu dengan orang yang membuatnya nyaman seperti teman tongkrongan, kerabat, atau teman semasa sekolah, Galang bukan menjadi sosok pendiam.

Sang bungsu bisa terlibat obrolan yang menyenangkan dan mengasyikkan. Bahkan sesekali diselipkan humor dan candaan.

Artinya, Bambang menegaskan, anak sulungnya itu tak memiliki permasalahan pribadi yang terlalu berlebihan. Normal seperti anak sepantarannya.

"Pokoknya kayak humble. Tenang gitu. Intinya itu dipendam sendiri. Orangtua itu kayaknya enggak boleh tahu, gitu loh," tuturnya.

Bahkan, sikap dan perilakunya kepada orangtua yakni Bambang dan tante, hingga bibi. Galang merupakan pribadi yang sopan, ramah dan penuh hormat.

Kepada Bambang, Galang tak pernah sekali pun membantah jika disuruh ini dan itu di dalam rumah.

Termasuk saat Bambang sesekali terlampau geram dengan ulah sang anak hingga memukulnya karena ketahuan meninggalkan salat. Galang cuma diam saja dan menerima.

"Dia itu sudah besar, saya pukul tetap, kalau dia enggak salat, kalau dia nakal tetap saya pukul. Dia enggak marah, kalau (seandainya) saya dibalas tuh saya kalah. Temenan, wong saya enggak punya tangan," katanya sambil sesenggukan menahan tangis.

Bambang menegaskan, anak sulungnya itu merupakan pribadi yang penurut dan pendiam.

Meskipun dirinya mungkin tidak banyak mengetahui urusan sang anak, ia meyakini sang anak memiliki pribadi yang baik.

Sehingga ia tak menyangka bahwa sang anak bisa menjadi sasaran perbuatan keji dari pelaku.

Bambang juga mengaku tidak mengetahui pasti dugaan motif pelaku yang begitu tega menghabisi nyawa anaknya sedemikian rupa.

Jikalau pelaku mengincar harta benda milik sang anak. Nyatanya sang anak tidak memiliki banyak uang ataupun perhiasan.

Beberapa benda seperti gelang dan kalung pada tubuh anaknya, juga sebatas asesoris, bukanlah perhiasan berharga

Anehnya, kalung asesoris pada leher anaknya hilang. Tapi gelang pada tangan kanan sang anak, masih melekat.

Selain kalung, motor Honda Revo 'butut' yang biasa dikendarai oleh sang anak juga hilang.

"Barang hilang semua. Cuma ada gelang pernak pernik anak muda. Di leher biasanya ada kalung, tapi enggak ada saat itu. Itu kalung asesoris biasa," katanya.

Kemudian, jikalau memang terdapat motif lain non-materiil, seperti dendam, misalnya. Bambang juga meragukan dugaan tersebut.

Pasalnya, ia meyakini bahwa kepribadian sang anak yang cenderung pendiam dan penurut, perlahan-lahan menggugurkan dugaan tersebut.

Anaknya itu juga tak pernah bepergian terlalu jauh dari rumah. Untuk sekadar nongkrong, anak itu, kerap pergi ke rumah teman di samping rumah.

"Dia enggak pernah ke Madura. Baru pertama kali ini ke Madura. Makanya saya belum tahu, antara penculikan dan dijebak gitu. Itu saja. Karena semua identitas hilang," pungkasnya.

Sementara itu, Tante Galang, Titik menceritakan dirinya yang membiayai semua proses pendidikan Galang beserta dua adik kembarnya selama ini.

Galang sudah dipaksa untuk melanjutkan pendidikan hingga jenjang Sarjana. Ternyata, Galang menolak, lantaran takut memberatkan keluarganya.

Padahal, Titik berkali-kali meyakinkan dirinyalah yang akan membiayai Galang sampai lulus sebagai sarjana.

"Saya yang biayai semua, lulus SMK 7. Dia kerja juga ikut saya. Kerja kontraktor. Dari awal dia saya paksa kuliah, tapi dia enggak mau. Dia takut biaya mahal," ujarnya.

Titik sudah menganggap Galang dan kedua adiknya seperti anak sendiri. Galang selama ini memiliki kepribadian yang santun, penurut, tak neko-neko dan pekerja keras.

Ia menyaksikan betul bagaimana Galang begitu peduli dengan ayahandanya yang tunadaksa dan adik-adiknya.

Itulah mengapa Galang tidak pernah bepergian jauh dari rumah. Galang cuma nongkrong di sekitar rumah dan tak akan pergi jauh ke mana.

Bahkan, Titik menyakini, Galang tidak pernah bepergian ke Pulau Madura, entah untuk urusan apapun.

Bahkan, ia menegaskan, pihak keluarga besarnya tidak memiliki kerabat yang bermukim di Pulau Madura.

"Dia enggak pernah ke Madura. Baru pertama kali ini ke Madura," katanya.

Termasuk, mengenai kinerja Galang selama bekerja di perusahaannya. Titik menegaskan, Galang merupakan pribadi yang pekerja keras.

Galang ditempatkan olehnya sebagai bidang jasa antar barang dan berkas ke seluruh tempat lokasi kustomer berada. Cara kerjanya luar biasa cekatan.

Meskipun jam kerjanya habis, dan kebetulan ada sisa pekerjaan yang mungkin bisa diselesaikan keesokan hari, Galang tetap berusaha menyelesaikan sampai tuntas.

"Dia tanggung Jawab, walaupun kerja di luar jam kerja dia," katanya.

Saking cekatannya kinerja Galang, beberapa kustomer perusahaan Titik merasa bersedih hati dan menangis tatkala mendengar kabar duka tersebut.

"Kustomer semuanya tahu kejadian itu, ya nangis. Anaknya pendiam dan menurut. Kerja di lapangan, enggak neko-neko, enggak rewel. Kalau disuruh ya tetap dijalankan. Tetap sesuai dengan permintaan kustomer," pungkasnya.
 
 
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunMadura.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved