Kutukan Jabatan Mensos di Era Reformasi, Inilah Deretan Lengkap Menteri Ditetapkan Tersangka Korupsi

Sepanjang era reformasi ini, Juliari merupakan menteri sosial (Mensos) ketiga yang berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Editor: Elma Gloria Stevani
Kolase Tribunnews.com
Belakangan sudah tiga nama Menteri Sosial yang tersandung korupsi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Mulai dari Bachtiar Chamsyah, Idrus Marham, hingga yang terhangat adalah Juliari P Batubara. 

TRIBUNMADURA.COM - Penetapan Mensos Juliari P Batubara sebagai tersangka kasus suap oleh KPK menambah daftar panjang daftar Jabatan Menteri Sosial yang tersandung kasus korupsi.

Sepanjang era reformasi ini, Juliari merupakan menteri sosial (Mensos) ketiga yang berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kini publik mempertanyakan kredibilitas instansi yang kerap memiliki program bantuan sosial (bansos) tersebut.
Kepercayaan untuk mengelola anggaran dana sosial yang sudah dipupuk oleh Kemensos, terus memudar.

Di mana seharusnya anggaran yang dikelola Kemensos tersebut untuk memberi sedikit harapan untuk rakyat kecil.

Baca juga: Deretan Menteri Jokowi yang Terjerat Kasus Korupsi, Mulai dari Idrus Marham hingga Juliari Batubara

Baca juga: Nathalie Holscher Panik saat Ferdi Menghilang, Tunjukkan Wajah Geram Dituduh Sule Berbohong: Nggak!

Baca juga: Sungguh Fantastis! Kekayaan Mensos Juliari Batubara Capai Rp 47,18 M Setara dengan 236 Mobil Avanza

Baca juga: Profil dan Biodata Menteri Sosial Juliari Batubara: Pendidikan, Karir, Partai dan Jadi Tersangka KPK

Berikut ini daftar Mensos yang terlebih dahulu tersandung kasus korupsi sebelumnya Juliari Batubara, dirangkum TribunMadura.com dari berbagai sumber:

1. Bachtiar Chamsyah 

Dikutip dari Tribunnews, mantan Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah akhirnya divonis satu tahun delapan bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Bachtiar terbukti bersalah menyalahgunakan kewenangan yang ada padanya dalam kasus korupsi pengadaan sarung, mesin jahit dan sapi impor di Kementerian Sosial.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 1 tahun 8 bulan dan denda Rp 50 juta," ujar Ketua Majelis Hakim Tjokorda membacakan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (22/3/2011).

"Apabila denda tidak dibayar maka diganti pidana kurungan selama tiga bulan," imbuh Tjokorda.

Menurut majelis hakim, Bachtiar secara sah dan meyakinkan, telah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak
Pidana Korupsi (Tipikor).

Namun, majelis Hakim menilai Bachtiar tidak terbukti menikmati uang dari korupsi kasus itu yang ada dalam dakwaan alternatif jaksa.

Dalam pertimbangannya, hakim menilai Bachtiar telah memberikan  persetujuan penunjukan langsung yang tidak sesuai dengan pemberantasan korupsi, sebagai hal yang memberatkan.

Sedangkan hal yang meringankan, Bachtiar dinilai tidak menikmati hasil korupsi dan bersikap sopan selama mengikuti persidangan.

Baca juga: Pesan Khusus Presiden Jokowi ke Mahfud MD Menjelang Kepulangan Habib Rizieq Shibab ke Indonesia

Baca juga: TNI-Polri, PC GP Ansor dan GP Ansor Jatim Jaga Ketat Rumah Induk Mahfud MD di Desa Plakpak Pamekasan

Baca juga: Profil dan Biodata Iyut Bing Slamet, Penyanyi yang Terjerat Kasus Narkoba, Sempat Aktif di Sinetron

Baca juga: Polda Jatim Sebut Tidak Ada Campur Tangan FPI Atas Penggerudukan Rumah Ibunda Mahfud MD di Pamekasan

Vonis ini jauh lebih ringan dari tuntutan JPU yang menuntut Bachtiar dijatuhi pidana 3 tahun penjara dan membayar denda Rp 100 juta subsidair 3 bulan kurungan.

Bachtiar yang mengenakan kemeja batik cokelat keemasan tampak tenang dalam mengikuti persidangan ini. Dirinya mengaku akan pikir-pikir terlebih dahulu apakah akan melakukan banding atau tidak.

"Pikir-pikir dahulu," katanya. Sikap senada dilontarkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam kasus ini, Bachtiar dianggap menyalahgunakan kewenangan dengan melakukan penunjukan langsung dalam proyek pengadaan sarung, sapi, dan mesin jahit periode 2004-2006.

Bachtiar telah melakukan penunjukan langsung PT Lasindo milik Musfar Aziz untuk pengadaan mesin jahit dengan menggunakan dana APBN 2004.

Sedangkan untuk pengadaan sapi tahun 2004 dan sarung pada tahun
2006-2008 diduga menggunakan dana unit kesejahteraan sosial.

2. Idrus Marham

Dua tahun dipenjara usai terbelit kasus suap PLTU Riau-1.kini Mantan Menteri Sosial Idrus Marham akhirnya menghirup udara bebas penjara.

Mantan Sekjen Partai Golkar tersebut bebas murni dari Lembaga Pemasyakatan (Lapas) Klas I Cipinang, Jumat (11/9/2020) pagi.

"Telah dibebaskan pagi ini, 11 September 2020 dari Lapas Kelas I Cipinang, bebas murni," kata Kabag Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyakatan Rika Aprianti dalam keterangannya, Jumat (11/9/2020) malam.

Berdasarkan putusan kasasi pada tingkat Mahkamah Agung (MA), Idrus dikurangi hukumannya menjadi 2 tahun penjara.

Padahal pada tingkat banding, Idrus dijatuhkan hukuman 5 tahun penjara.

Alasan meringankan hukuman Idrus, karena dinilai bukan penentu dalam proyek yang dilobi-lobi oleh bos Blackgold Natural Resource Ltd Johanes Budisutrisno Kotjo dan mantan Anggota DPR RI Eni Maulani Saragih.

Berdasarkan putusan kasasi, kata Rika, Idrus juga sudah membayarkan denda senilai Rp50 juta. Denda itu dibayarkan pada 3 September 2020.

"Lama pidana 2 tahun berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI pada tingkat Kasasi, tanggal 2 Desember 2019, no. 3681 K/PID. SUS/2019 denda Rp50 juta, sudah dibayarkan pada tanggal 3 September 2020," katanya.

Perjalanan karir Idrus Marham
Idrus Marham merupkan pria kelahiran Pinrang, Sulawesi Selatan, 14 Agustus 1962.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Litbang Kompas, perjalanan karier Idrus sebagai politisi dimulai tahun 1997 sebagai anggota MPR dari utusan golongan.
Dia baru menjadi anggota DPR dari Partai Golkar sejak tahun 1999.
Ia kemudian mengundurkan diri sebagai anggota DPR periode 2009-2014 pada 8 Juni 2011 dan menjadi Sekjen Partai Golkar hingga akhirnya diangkat menjadi Menteri Sosial pada 17 Januari 2018.
Jumat (23/8/2018), Idrus Marham menyatakan mundur dari kursi Kabinet Kerja Jokowi-Jusuf Kalla (JK).

Idrus Marham mudur dari jabatan menteri karena sudah menerima surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) KPK pada Kamis (23/8/2018).

Baca juga: Masih Ingat Tyara Renata Pemain Sinetron dan FTV? Kini Jadi Istri Presenter Kondang, Intip Sosoknya!

Baca juga: Dalam Sehari, Jumlah Pasien Covid-19 di Kota Madiun Bertambah 10 Kasus, Warga Diminta Patuhi Prokes

Baca juga: Pengendara di Bangkalan Diminta Tingkatkan Kewaspadaan, BPBD: Jangan Ngebut dan Cari Tempat Menepi

Baca juga: Hasil Swab Test Massal 48 Pejabat, 4 Orang Dinyatakan Positif Covid-19 di Pemkab Bojonegoro

Selain mundur dari jabatan menteri, ia pun mundur dari kepengurusan Partai Golkar.

Perjalanan kasus Idrus Marham, Vonis 3 Tahun, Banding Lebih Berat Lalu Kasasi Dihukum 2 Tahun

Diketahui kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 berawal dari Johanes Kotjo sebagai pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd (BNR) ingin mendapatkan proyek di PLN tetapi kesulitan berkomunikasi dengan pihak PLN.

Hingga akhirnya Kotjo meminta bantuan Setya Novanto yang saat itu menjabat Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Ketua DPR.

Novanto disebut telah lama mengenal Kotjo.

Dari Novanto, Kotjo dikenalkan dengan Eni Saragih yang bertugas di Komisi VII DPR.

Melalui Eni, Kotjo dapat berkomunikasi langsung dengan Direktur Utama PT PLN saat itu, Sofyan Basir.

Akhirnya kasus tersebut terendus KPK dan menangkap anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Eni Maulani Saragih pada 7 Juli 2018.

Saat itu, Eni Maulani Saragih ditangkap di rumah dinas Idrus Marham yang beralamat di Kompleks Widya Chandra, Jakarta.

Pada saat penangkapan Eni, Idrus sedang menggelar acara ulang tahun pertama anaknya.

Sekitar pukul 15.00 WIB atau satu jam setelah Eni hadir, sejumlah petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangi rumah Idrus.

Petugas KPK bukan sedang mencari Idrus sang tuan rumah, tetapi untuk menjemput Eni Maulani.

Petugas sempat menunjukkan surat perintah penyelidikan saat itu.

Dari penangkapan Eni Maulani Saragih, KPK pun mengusut lebih dalam kasus suap tersebut hingga akhirnya memeriksa Idrus Marham beberapa kali dan akhirnya ia ditetapkan sebagai tersangka, Kamis (24/8/2018).

Setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-1, Jumat (31/8/2018), KPK pun menahan Idrus Marham.

Dalam proses hukumnya, Idrus Marham divonis Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dengan hukumna pidana 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan.

Mantan Sekretaris jenderal Partai Golkar itu dinyatakan terbukti bersalah menerima suap terkait proyek PLTU Riau-1 sebesar Rp 2,25 Miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.

Baca juga: Tanggapan Putra Sulung Risma Soal Surat Tri Rismaharini untuk Warga dalam Pilwali Surabaya

Baca juga: Jadwal Acara Trans TV, Trans7, GTV, ANTV, MNCTV, RCTI, SCTV, NET TV Hari Ini, Minggu 6 Desember 2020

Baca juga: Peringatan Dini BMKG Hari Ini: Waspadai Hujan Lebat dan Angin Kencang di Wilayah Kabupaten Bangkalan

Baca juga: Waspada, Kawasan Akses Suramadu Rawan Pohon Tumbang, Pemotor Tertimpa Pohon di Kota Bangkalan

"Mengadili, menyatakan terdakwa Idrus Marham telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama," kata hakim ketua Yanto, saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (23/4/2019) saat itu.

Idrus Marham pun akhirnya mengajukan upaya perlawanan hukum dengan mengajukan banding.

Dalam putusan banding, hukuman Idrus Marham diperberat menjadi 5 tahun penjara.

Ia juga diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan.

"Membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 9/Pid.Sus-TPK/2019/PN.JKT.PST. tanggal 23 April 2019 yang dimintakan banding tersebut. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Idrus Marham dengan pidana penjara selama 5 tahun," demikian bunyi amar putusan banding dilansir dari situs resmi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (18/7/2019). Putusan itu dibacakan pada Selasa (9/7/2019) silam.

Adapun majelis hakim terdiri dari I Nyoman Sutama selaku ketua majelis dan anggota majelis yang terdiri dari Mohammad Zubaidi Rahmat dan Achmad Yusak.

Atas putusan tersebut, Idrus Marham kembali melakukan upaya hukum dengan mengajukan kasasi.

Pada tingkat kasasi, Majelis hakim Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi Idrus Marham.

"Dalam putusan tersebut Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi Terdakwa dan membatalkan putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta," kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro dalam keterangan tertulis, Selasa (3/12/2019) saat itu.

"Kemudian MA menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan," ujar dia.

3. Juliari Batubara

Menteri Sosial Juliari Peter Batubara ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus paket bantuan sosial (bansos) sembako tahun 2020.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara sebagai tersangka.

Mensos diduga melakukan tindak pidana korupsi berupa penerimaan sesuatu oleh Penyelenggara Negara atau yang mewakilinya di Kementerian Sosial RI terkait bantuan sosial (bansos) untuk wilayah Jabodetabek 2020.

Inilah detik-detik saat petugas KPK menunjukkan barang bukti hasil dugaan korupsi pada konferensi pers di Jakarta, Minggu (6/12/2020) dini hari.

Konferensi pers tersebut dipimpin langsung oleh Ketua KPK Firli Bahuri.

Terdapat lima buah koper besar yang ditunjukkan saat konferensi pers. 

Enam orang berhasil diamankan melalui operasi tangkap tangan atau OTT yang dilakukan pada Sabtu (5/12/2020) pukul 02.00.

Melalui pemeriksaan saksi, KPK menetapkan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara sebagai satu dari lima orang tersangka.

Mensos diduga melakukan tindak pidana korupsi berupa penerimaan sesuatu oleh Penyelenggara Negara atau yang mewakilinya di Kementerian Sosial RI terkait bantuan sosial (bansos) untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) tahun 2020.

Video: Mantan Direktur Teknik Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno Resmi Ditahan KPK

Dalam konferensi pers itu Firli Bahuri mengatakan, berdasarkan barang bukti yang ditemukan, maka KPK menetapkan lima orang tersangka.

Yang pertama sebagai penerima yaitu berinisial JPB, MJS, dan AW.

Sementara sebagai pemberi yaitu berinisial AIM dan HS.

Firli mengatakan, JPB selaku Menteri Sosial menunjuk MJS dan AW dalam pelaksaan proyek tersebut dengan cara penunjukkan langsung para rekanan dan diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan pada rekanan kepada Kementerian Sosial melalui MJS.

Untuk fee tiap paket bansos disepakati oleh MJS dan AW sebesar Rp 10.000 per paket sembako dari nilai Rp 300.000 per paket sembako.

Baca juga: Pria yang Ancam Bunuh Mahfud MD Ditangkap Polda Jatim, Mengaku Hanya Ikut-ikutan

Baca juga: BREAKING NEWS - Pria yang Ancam Bunuh Mahfud MD saat Geruduk Rumah Ibundanya Ditangkap Polda Jatim

Baca juga: Getaran Romantis Scorpio hingga Kebebasan Libra, Intip Ramalan Zodiak Cinta Minggu 6 Desember 2020

Baca juga: Promo Alfamart Minggu 6 Desember 2020, Ada Diskon Harga Beras, Minyak Goreng, Camilan dan Deterjen

Penyidik KPK menunjukkan barang bukti uang tunai saat konferensi pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) tindak pidana korupsi program bantuan sosial di Kementerian Sosial untuk penanganan Covid-19 di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/12/2020) dini hari.

Dalam operasi tangkap tangan itu KPK menetapkan lima tersangka yakni Menteri Sosial Juliari P Batubara, pejabat pembuat komitmen di Kemensos Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) dan pihak swasta Ardian IM (AIM) dan Harry Sidabuke (HS) serta mengamankan uang dengan jumlah Rp14,5 miliar.

KPK menahan tiga tersangka korupsi bansos di Kemensos

Sementara itu terkait OTT kasus korupsi bansos, KPK menahan tiga tersangka kasus korupsi berupa penerimaan sesuatu oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya di Kementerian Sosial RI terkait bantuan sosial (Bansos) untuk wilayah Jabodetabek 2020.

Tiga tersangka, yakni Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kemensos Matheus Joko Santoso (MJS) serta dari pihak swasta Ardian I M (AIM) dan Harry Sidabuke (HS).

"Para tersangka saat ini dilakukan penahanan rutan selama 20 hari pertama terhitung sejak 5 Desember 2020 sampai dengan 24 Desember 2020," kata Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Minggu dini hari.

Firli mengatakan tersangka Matheus ditahan Rutan KPK Cabang Gedung Merah Putih KPK Jakarta, Ardian di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur Jakarta, dan Harry di Rutan KPK Kavling C1 (Gedung ACLC/Gedung KPK lama).

Sementara untuk dua tersangka lainnya segera menyerahkan diri, yaitu Menteri Sosial Juliari Peter Batubara (JPB) baru tiba di KPK, sedangkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kemensos Adi Wahyono (AW) dihimbau untuk menyerahkan diri.

KPK menduga Mensos menerima suap senilai Rp17 miliar dari "fee" pengadaan bantuan sosial sembako untuk masyarakat terdampak Covid-19 di Jabodetabek.

"Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima 'fee' Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh MJS (Matheus Joko Santoso) kepada JPB (Juliari Peter Batubara)
melalui AW (Adi Wahyono) dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar," kata Firli.

Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh Eko dan Shelvy N selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Juliari.

"Untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang 'fee' dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan JPB," tambah Firli.

Sehingga total suap yang diduga diterima Juliari adalah senilai Rp17 miliar.

Mensos Juliari Batubara tiba di gedung KPK

Menteri Sosial Juliari Peter Batubara tiba di gedung KPK pada Minggu (6/12/2020) sekitar pukul 02.45 WIB untuk menyerahkan diri.

Juliari tampak mengenakan jaket hitam, celana cokelat, topi hitam dan masker masuk ke gedung KPK didampingi oleh sejumlah petugas KPK.

Ia langsung naik menggunakan tangga menuju ruang pemeriksaan KPk di lantai 2.

Saat awak media mencoba untuk meminta pernyataannya, Juliari hanya melambaikan tangannya dan melanjutkan langkah menaiki tangga gedung KPK.

KPK menetapkan Juliari sebagai tersangka karena diduga menerima suap senilai sekitar Rp17 miliar dari rekanan pengadaan bansos Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek.

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, perkara tersebut diawali adanya pengadaan bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial RI tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak pengadaan dan dilaksanakan dengan 2 periode.

"JPB (Juliari P Batubara) selaku Menteri Sosial menunjuk MJS (Matheus Joko Santoso) dan AW (Adi Wahyono) sebagai Pejabat Pembuat Komitmen) dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukan langsung para rekanan," ungkap Firli.

Diduga disepakati adanya "fee" dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui MJS.

"Untuk "fee" tiap paket bansos di sepakati oleh MJS dan AW sebesar Rp10.000 per paket sembako dari nilai Rp300.000 per paket bansos," tambah Firli.

Selanjutnya Matheus dan Adi pada Mei sampai dengan November 2020 membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan yang diantaranya Ardian IM, Harry Sidabuke dan juga PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang diduga milik Matheus.

"Penunjukan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui JPB dan disetujui oleh AW," ungkap Firli.

Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima "fee" Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari Batubara melalui Adi dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar.

"Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh EK (Eko) dan SH (Shelvy N) selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi JPB (Juliari Peter Batubara)," lanjut Firli.

Untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang "fee" dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari.

Dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Sabtu, 5 Desember di beberapa tempat di Jakarta, petugas KPK mengamankan uang dengan jumlah sekitar Rp14,5 miliar dalam berbagai pecahan mata uang yaitu sekitar Rp11, 9 miliar, sekitar 171,085 dolar AS (setara Rp2,420 miliar) dan sekitar 23.000 dolar Singapura (setara Rp243 juta).

Juliari sebelumnya diketahui berada di luar kota saat OTT berlangsung. (Antaranews/Youtube KPK /Ardi Irawan)

(Tribunnews.com/ kompas.com/ srihandriatmo malau)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Perjalanan Idrus Marham Terjerat Kasus Suap PLTU, Dari Vonis 3 Tahun Jadi 2 Tahun Kini Bebas MurniBachtiar Chamsyah Divonis 20 Bulan Penjara, dan di Wartakotalive dengan judul BREAKING NEWS: Menteri Sosial Juliari Batubara Ditetapkan sebagai Tersangka oleh KPK

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved