Sidang Vonis Mantan Bupati Bangkalan

Terdakwa Ra Latif Sempat Menahan Kantuk saat Jalani Sidang Vonis Mantan Bupati Bangkalan

Sidang tersebut diikuti terdakwa Ra Latif secara online dari Jakarta yang dihubungkan layar monitor online dengan ruang sidang cakra

|
Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Aqwamit Torik
TribunMadura.com/Luhur Pambudi
Mantan Bupati Bangkalan, Abdul Latif Amin Imron atau Ra Latif jalani sidang vonis melalui monitor Ruang Sidang Cakra Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (22/8/2023) 

TRIBUNMADURA.COM, SURABAYA - Sidang putusan vonis terdakwa mantan Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron atau Ra Latif atas dugaan kasus jual beli jabatan dan gratifikasi di lingkungan Pemkab Bangkalan, berlangsung mulai pukul 19.39 WIB, di Ruang Cakra Kantor Tipikor Surabaya, pada Selasa (22/8/2023). 

Sidang tersebut dipimpin oleh Darwanto selaku hakim ketua. Kemudian, dua orang hakim anggota, Alex Cahyono dan Fiktor Panjaitan. 

Sidang tersebut diikuti terdakwa Ra Latif secara online dari Jakarta yang dihubungkan layar monitor online dengan ruang sidang cakra, yang terdapat jajaran penasehat hukum terdakwa dan JPU. 

Jajaran majelis hakim membacakan draft putusan berlembar-lembar secara bergantian. Pantauan TribunJatim.com, sejak sidang dimulai hingga pukul 21.42 WIB, proses pembacaan draft putusan vonis terdakwa belum rampung. 

Baca juga: BREAKING NEWS - Mantan Bupati Bangkalan Dijatuhi Hukuman 9 Tahun Penjara Akibat Korupsi

Informasi lengkap dan menarik lainnya di GoogleNews TribunMadura.com

Terdakwa Ra Latif yang mengenakan kemeja lengan panjang warna putih, berkacamata, berkalung warna merah, dan duduk di kursi bersandar, menyimak pemaparan dan pembacaan draft putusan yang dibacakan oleh majelis hakim secara bergantian. 

Kemudian, terpantau, pada pukul 20.14 WIB sebelumnya, terdakwa Ra Latif tiba-tiba tepekur, kepalanya menunduk dalam durasi beberapa menit, ke arah bawah.

Lalu, tak lama, kulit keningnya mengkerut ke atas seperti sedang didesak oleh kedua kelopak matanya untuk terbelalak. 

Ternyata, dari ekspresi wajah tersebut, terpantau terdakwa Ra Latif sempat tertidur sejenak menyimak pemaparan draft putusan yang dibacakan majelis hakim. 

Meskipun, kondisi ekspresi wajah semacam itu, beberapa kali masih tampak. Namun, begitu jelas upaya terdakwa Ra Latif tetap berjibaku melawan rasa kantuknya. 

Hingga akhirnya ia dapat kembali memperoleh konsentrasinya menyimak pembacaan draft putusan para majelis hakim, seraya tetap membelalakkan mata dan mendengarkan secara seksama. 

Divonis 9 tahun penjara akibat korupsi

Mantan Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron atau Ra Latif atas dugaan kasus jual beli jabatan dan gratifikasi di lingkungan Pemkab Bangkalan, akhirnya divonis sembilan tahun penjara oleh Majelis Hakim Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, pada Selasa (22/8/2023) malam. 

Vonis tersebut sejatinya lebih ringan dari tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang disampaikan dalam agenda sidang sebelumnya, pada Selasa (25/7/2023).

Yakni, dengan tuntutan 12 tahun penjara, lalu membayar denda Rp500 juta, dan subsider enam bulan kurungan penjara. 

Ketua Majelis Hakim Darwanto mengatakan terdakwa Ra Latif dijatuhi hukuman penjara sembilan tahun kurungan penjara, dengan pidana denda Rp300 juta. Kemudian, pidana kurungan pengganti selama empat bulan. 

Baca juga: Jadi Saksi di Sidang Ra Latif, Pejabat Bangkalan Ini Klarifikasi Soal Dana Khusus untuk LSM & Media

Informasi lengkap dan menarik lainnya di GoogleNews TribunMadura.com

"Dijatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu, pidana penjara selama 9 tahun, dan pidana denda Rp300 juta. Kemudian pidana kurungan pengganti (subsider) selama 4 bulan," ujar Darwanto membacakan amar putusannya, sekitar pukul 22.00 WIB. 

Darwanto menambahkan, terdakwa Ra Latif juga dijatuhi pidana tambahan dengan membayar uang pengganti sekitar Rp9,21 miliar. 

Dan proses pembayaran uang pengganti tersebut dilakukan selama kurun waktu setahun satu bulan sejak dibacakannya amar putusan terdakwa. 

Kemudian, sejak amar putusan telah berkekuatan hukum tetap, maka harta benda milik terdakwa akan disita oleh Jaksa, sebagai biaya pengganti tersebut. 

Namun, lanjut Darwanto, bila terdakwa tidak memiliki harta benda yang cukup, maka kewajiban membayar biaya pengganti dapat diganti dengan pidana penjara tiga tahun. 

"Dijatuhkan pidana tambahan membayar uang pengganti sekitar Rp9,21 miliar, dengan ketentuan terdakwa dengan membayar uang pengganti dalam 1 tahun, 1 bulan, sejak putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya bisa disita oleh Jaksa, dan digunakan menutupi uang pengganti tersebut," katanya. 

"Dan bila terdakwa tidak memiliki harta benda yang mencukupi untuk membayar biaya pengganti, maka dipidana penjara 3 tahun," tambahnya. 

Selain itu, Darwanto juga menyampaikan pidana tambahan atas terdakwa Ra Latif. Yakni, mencabut hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik. Berlaku selama kurun waktu lima tahun, sejak terdakwa rampung menjalani masa hukuman pidana kurungan penjara. 

"Menjatuhkan pidana tambahan pada terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana," katanya. 

"Menetapkan lamanya pidana terdakwa. Memerintahkan terdakwa tetap dalam tahanan dan mengembalikan barang bukti," pungkasnya. 

Kemudian, Penasehat hukum (PH) terdakwa Ra Latif, Suryono Pane mengatakan, pihaknya akan pikir-pikir terlebih dahulu untuk meninjau hasil vonis pidana terhadap kliennya. 

"Kami pikir-pikir dulu yang mulia," ujar Suryono Pane, secara daring, saat mendampingi terdakwa di Jakarta. 

Sementara itu, meninjau hasil vonis tersebut, JPU KPK Rikhi Benindo Maghaz mengatakan, pihaknya tetap menghormati dan mengapresiasi keputusan Majelis Hakim. 

Meskipun lebih ringan dari tuntutan yang diajukannya beberapa pekan lalu. Namun, ia tetap meyakini bahwa dakwaan satu, dua, dan tiga telah terbukti.

"Pertama, kami mengapresiasi dan bersyukur bahwa tuntutan kami dalam dakwaan pertama, kedua dan ketiga telah terbukti semua. Dan dijatuhi penjara 9 tahun, begitu juga uang pengganti juga diakomodir oleh Majelis Hakim, sesuai dengan yang kami tuntut," ujar pada awak media seusai persidangan. 

Mengenai adanya desakan publik yang menyebut adanya pihak-pihak lain diluar keenam terdakwa, yang diduga terlibat dalam tindak pidana ini. Rikhi menegaskan, pihaknya tetap akan mempelajari adanya temuan-temuan tersebut. 

"Terkait dengan adanya pihak pihak lain tentu kami akan mempelajari, kami akan lihat bagaimana unsur kejahatan dari pihak tersebut, maka dapat kami akan pertimbangan dan apakah layak untuk diperkarakan atau tidak," pungkasnya. 

Sekadar diketahui, dalam sidang agenda tuntutan pada Selasa (25/7/2023), terdakwa Ra Latif dituntut 12 tahun penjara. Selain itu, ia juga diwajibkan membayar denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. 

Kemudian, membayar uang pengganti Rp9,7 miliar subsider lima tahun kurungan penjara. Bahkan, ia juga dikenal sanksi pencabutan hak politik selama lima tahun.

Dalam tuntutannya, JPU menerapkan Pasal 12A ayat UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001, 12b ayat (1) UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001, Pasal 12B Ayat (2) UU No 21 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001, UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Menurut JPU KPK Rikhi, terdakwa Ra Latif terbukti menerima suap dan gratifikasi Rp15,6 miliar, selama lima tahun menjabat sebagai Bupati Bangkalan, sejak 2018 hingga 2023.

Salah satu sumber suapnya berasal dari sembilan kepala dinas senilai sekitar satu miliar rupiah terkait dengan jual beli jabatan.

"Menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana menerima gratifikasi atau dianggap pemberian suap yang berhubungan dengan jabatannya, serta berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya," ujar Rikhi, saat membacakan tuntutan di Ruang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (25/7/2023). 

Sebelumnya, kelima terdakwa kasus dugaan kasus jual beli jabatan dan gratifikasi di lingkungan Pemkab Bangkalan, telah menjalani sidang vonis pada Senin (8/5/2023). 

Hasilnya, mantan Kepala Dinas (Kadis) Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Hosin Jamili, divonis 2 tahun penjara, denda Rp50 juta, subsider 2 bulan penjara. Lebih berat dari tuntutan cuma denda Rp50 juta, Dan kurungan pengganti 2 bulan. 

Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Wildan Yulianto, divonis 2 tahun penjara, denda Rp50 juta, subsider 2 bulan penjara. Lebih berat dari tuntutan cuma denda Rp50 juta, Dan kurungan pengganti 2 bulan. 

Mantan Kadis Ketahanan Pangan Achmad Mustaqim, divonis 2 tahun penjara, denda 50 Juta, subsider dua bulan penjara. Lebih ringan dari tuntutan, 2 tahun dan 3 bulan penjara. Dan kurungan pengganti 2 bulan. 

Kemudian, mantan Kadis Perindustrian dan Tenaga Kerja Salman Hidayat, divonis 2 tahun penjara, denda Rp50 juta, subsider 2 bulan penjara. Lebih berat dari tuntutan cuma denda Rp50 juta, Dan kurungan pengganti 2 bulan. 

Dan, mantan Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur (BKPSDA) Kabupaten Bangkalan Agus Eka Leandy, divonis 2 tahun penjara, denda Rp50 juta, subsider 2 bulan penjara. Lebih berat dari tuntutan cuma denda Rp50 juta, dan kurungan pengganti 2 bulan. 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved