Ramadan 2025

Benarkah Salat Kafarat di Jumat Akhir Ramadan Bisa Gantikan Salat yang Terlewat? Ini Kata Buya Yahya

Menurut fatwa Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyah, pelaksanaan salat kafarat tidak dibenarkan dan sangat diharamkan.

aleteiaen.files.wordpress.com
HUKUM SALAT KAFARAT - Ilustrasi foto pelaksanaan salat kafarat di hari Jumat terakhir Ramadan. Benarkah dapat menggantikan salat yang terlewat hingga 70 tahun bahkan sampai 1000 tahun? 

"Yang lebih buruk dari itu adalah tradisi di sebagian daerah berupa shalat 5 waktu di jumat ini (jumat akhir Ramadhan) selepas menjalankan shalat jumat, mereka meyakini shalat tersebut dapat melebur dosa shalat-shalat yang ditinggalkan selama setahun atau bahkan semasa hidup, yang demikian ini adalah haram atau bahkan kufur karena beberapa sisi pandang yang tidak samar." (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj, juz.2, halaman 457) 

Pendapat ini juga dikutip oleh murid-murid beliau, seperti Syekh Zainuddin al-Malibari dalam kitab Irsyadul 'Ibad, serta Abu Bakar Syatha dalam kitab Fathul Mu’in.

“Selain fatwa Ibnu Hajar al-Haitami, belum ada fatwa yang akurat, artinya dengan hujjah-hujjahnya,” tutur Buya Yahya.

Kesimpulannya, tidak ada keutamaan khusus dalam melaksanakan salat kafarat pada Jumat terakhir Ramadan. Jika seseorang pernah meninggalkan salat fardhu, maka harus segera menggantinya begitu ia mengingatnya.

Baca juga: Tidak Salat Tapi Rajin Sedekah, Benarkah Amalannya Sia-sia? Begini Penjelasan Buya Yahya

Mengqadha Salat Fardhu yang Terlupa

Salat merupakan amalan pertama yang akan dihisab di hari kiamat. Lalu, bagaimana jika seseorang lupa mengerjakan salat fardhu dan baru mengingatnya di lain waktu?

Buya Yahya menjelaskan bahwa ada tiga kategori dalam mengqadha shalat fardhu yang tertinggal.

Yang pertama, jika seseorang yakin telah meninggalkan salat tertentu dan mengetahui jumlah rakaatnya, maka ia wajib mengqadha sesuai jumlah yang ditinggalkan. Contohnya, seseorang yang tertidur atau lupa hingga waktu salat berlalu.

Yang kedua, jika seseorang yakin ada salat yang ditinggalkan, tetapi tidak mengetahui jumlahnya, maka ia harus memperkirakan jumlah rakaat yang terlewat sebelum melakukan qadha.

Yang ketiga, jika seseorang tidak yakin apakah pernah meninggalkan salat atau tidak, serta tidak ingat jumlah rakaatnya. Misalnya, seseorang yang ketika salat fardhu pada masa lalu, tidak khusyuk, maka ia tidak perlu mengqadhanya. 

Sebagai gantinya, ia dapat menyempurnakan kekurangan tersebut dengan memperbanyak salat sunnah, seperti salat sunnah rawatib.

Hal ini sejalan dengan hadis dari Abu Hurairah yang berbunyi, "Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Pada hari kiamat pertama kali yang akan Allah hisab atas amalan seorang hamba adalah shalatnya. Jika shalatnya baik maka ia akan beruntung dan selamat, jika shalatnya rusak maka ia akan rugi dan tidak beruntung. Jika pada amalan fardhunya ada yang kurang maka Rabb 'azza wajalla berfirman, "Periksalah, apakah hamba-Ku mempunyai ibadah sunnah yang bisa menyempurnakan ibadah wajibnya yang kurang?" lalu setiap amal akan diperlakukan seperti itu." (H.R. Tirmidzi).

Informasi lengkap dan menarik lainnya di TribunMadura.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved